17/11/2025

Mengenal Lontar Bali: Simbol Kearifan Spiritual yang Tak Lekang Waktu

ilustrasi lontar bali yang jarang diketahui

ilustrasi lontar Bali/ wikipedia.org/ balikonten

DENPASAR, BALIKONTEN.COM –  Di tengah kekayaan budaya Bali yang memukau, lontar Bali muncul sebagai harta karun yang penuh keajaiban. Diakui sebagai warisan budaya dunia, lontar Bali menjadi lambang kearifan dan kekayaan rohani yang tak ternilai bagi masyarakat setempat. Bagi warga Bali, lontar bukan hanya artefak masa lalu, melainkan sumber makna penting yang terus mendukung kehidupan sehari-hari mereka.

Sejak era kuno, lontar telah membawa arti khas yang mendalam. Saat kata “lontar” disebut, pikiran langsung tertuju pada benda berbentuk khusus yang sarat nilai. Di Bali, lontar tak sekadar kumpulan teks lama, tapi simbol suci dari warisan spiritual. Keberadaannya tetap relevan dan strategis bagi masyarakat Bali hingga kini. Dengan rasa penasaran, mari kita selami lebih dalam keajaiban dan kearifan yang tersimpan di setiap helai lontar Bali.

Apa Itu Lontar Bali?

Lontar merupakan teks warisan yang menyimpan kearifan leluhur, terutama dalam bentuk purana sebagai bagian dari Weda Smerti di kelompok Upaweda. Sebagai kitab suci bagi umat Hindu Dharma, lontar diyakini akan terus ada selama kehidupan berlanjut. Di berbagai tempat, khususnya Pulau Bali, lontar dilihat sebagai naskah kuno yang kaya nilai sejarah dan spiritual.

Asal kata “lontar” berhubungan dengan bahan utamanya, yaitu daun rontal atau tal dari pohon palma (Borassus flabelliformis). Teks ditulis manual di helai daun tersebut, sering dihiasi prasi berupa gambar dan lukisan yang bermakna dalam ilmu pengetahuan serta pengalaman spiritual.

Dalam keyakinan Hindu, lontar bukan hanya catatan sejarah dan ajaran, tapi panduan untuk meningkatkan kesucian batin dan pengalaman hidup. Konsep karma, seperti yang tercatat dalam Kanda Pat, menekankan bahwa setiap tindakan punya konsekuensi yang dinilai oleh Sang Suratma, menentukan apakah seseorang mencapai moksa—persatuan atman dengan brahman. Dengan begitu, lontar Bali menjadi jendela menuju pemahaman lebih dalam tentang kehidupan dan spiritualitas.

Ragam Jenis Lontar Bali

Sebelum mendalami lontar sebagai sumber filsafat ketuhanan, penting mengenal beragam jenis lontar yang ada. Berikut beberapa kategori utama beserta contohnya:

  1. Lontar tentang Puja Berisi panduan upacara pemujaan yang dilakukan sulinggih saat “muput” atau pemujaan dalam ritual agama. Lontar ini menggunakan bahasa Sanskerta. Contoh: Wedapankrama, Suryasewana, Arghapatra, Puja Ksatrya, Puja-Mamukur, dan Kajang-Pitra-Puja.
  2. Lontar tentang Yajna Jenis ini beragam, umumnya memberikan petunjuk pelaksanaan upacara Yajna, termasuk jenis banten atau sesajen, perlengkapan, dan lainnya. Contoh: Dewa-tatwa, Sundarigama, Wrhaspatikalpa, Yamapurwana Tatwa, Kramaning Madiksa, Dharma-koripan, Janma-prakerti, Anggastiaprana, Sri Purana, dan Tatwa-Siwa-Purana.
  3. Lontar Wariga Lontar Wariga terkait erat dengan lontar Yajna, berperan khusus dalam upacara tersebut dan sering memberi petunjuk tambahan pelaksanaannya. Contoh: Wariga Gemet, Wariga Krimping, Wariga, Wariga Parerasian, Wariga Palalawangan, dan Purwaka Wariga.
  4. Lontar Etika Memuat ajaran etika, kebajikan, dan tuntunan menjadi “Sadhu”—orang arif, bijaksana, berbudi luhur, berpribadi mulia, serta berhati suci. Contoh: Sarasamusccaya, Slokantara, Agastiaparwa, Siwasasana, Wratisasana, Silakrama, dan Pancasiksa.
  5. Lontar Tattwa Berisi ajaran ketuhanan, penciptaan alam semesta, yoga, “kelepasan”, dan sebagainya. Sebagian besar bersifat Siwaistis. Contoh: Bhuvana Kosa, Ganapatitatwa, Jnanasiddhanta, Bhuvana Sangksepa, Sanghyang Mahajnana, Tatwajnana, dan Wrhaspati-Tattwa.

Proses Pembuatan Lontar Bali Kuno

Pembuatan lontar Bali kuno dimulai dari pemilihan pohon ental yang tepat dengan ukuran sesuai. Daun ental dipotong antara 20 cm hingga 60 cm, lidi di sisinya dibersihkan, lalu dijemur. Selanjutnya, daun direndam di air sungai atau bak besar selama sekitar tiga minggu, ditekan batu untuk hilangkan zat hijau.

Proses ini diulang sampai daun benar-benar bersih dari kotoran dan zat tak diinginkan. Setelah dikeringkan, daun direbus dengan rempah selama minimal 8 jam, lalu dikeringkan lagi. Daun dimasukkan ke nyepit atau mlagbag (penjepit) agar tetap lurus, proses ini bisa memakan bulan hingga tahun.

Kemudian, daun dilubangi sisinya pakai pirit, dihaluskan dengan diserut pinggirnya, dan diwarnai benang sipat yang direndam tinta alami. Di satu lembar, dibuat empat garis sejajar hati-hati di atas pepesan atau daun lontar. Setelah semua tahap, daun siap ditulisi, menjadi wadah penyimpanan kearifan kuno bernilai tinggi.

Cara Menulis atau Nyurat Lontar

Dalam tradisi nyurat lontar, sebelum menggores pangrupak di lempiran, pengawi atau penyalin melakukan ritual kecil memohon anugerah Ida Sang Hyang Aji Saraswati, sida sidi kasaraswaten. Ini menunjukkan menulis sebagai praktik yoga spiritual, melibatkan pengasahan intelektual, intuisi, kehalusan rasa, serta irama pernafasan teratur dan jernih.

Seperti dalam lontar Tutur Saraswati, Hyang Yogiswara berstana di mata penulis, Bhagawan Mredhu di tangan, dan Baghawan Reka di ujung pangrupak. Keyakinan ini mendorong menjaga kebersihan tulisan, menghindari coretan sembarangan yang bisa bawa akibat seperti umur pendek atau penyakit.

Hasilnya, lontar tampak bersih tanpa aksara dicoret. Jika salah tulis, bubuhkan dua sandangan (pangangge) agar aksara mati, seperti ulu dan suku. Masyarakat Bali sering pakai perumpamaan “bagaikan aksara memakai dua sandangan suara, masuku dan maulu”, artinya sesuatu yang tak bisa berbuat apa-apa lagi, alias mati.

Menulis di daun lontar tak sembarangan. Gunakan pisau khusus pengrupak. Setelah ditulis, gosok daun dengan kemiri dibakar dari kanan ke kiri, tekan sedikit pakai jari, lalu bersihkan dengan kain atau tisu. Posisi tangan harus tepat, tak miring, di atas bantalan kecil agar tulisan akurat. Teknik ini pastikan tulisan jelas, terbaca, menjaga keaslian dan keindahan warisan lontar.

Lontar sebagai Warisan Budaya Dunia

Lontar tak hanya produk budaya Bali, tapi diakui sebagai warisan budaya dunia. Menurut Bali Cultural Heritage Conservation, Volume 10 (1998: 2-6), lontar Bali punya karakteristik unik, di antaranya:

  • Warisan Budaya Intelektual: Mengandung pengetahuan, kearifan, dan nilai-nilai penting bagi intelektualitas budaya Bali.
  • Tradisi yang Hidup: Penggunaan dan penyalinan lontar masih aktif di masyarakat Bali, menjadikannya tradisi berkembang.
  • Mudah Dipindahkan: Lontar gampang dibawa ke mana-mana, memudahkan penyebaran dan penyalinan.
  • Wujud Fisik dan Non-Fisik: Selain lembaran daun fisik, lontar punya nilai non-fisik seperti spiritualitas, kearifan lokal, dan tradisi keagamaan.
  • Fungsi dan Kedudukan Terhormat: Di masyarakat Bali, lontar punya fungsi dihormati dan disucikan, integral dalam kehidupan dan keyakinan.
  • Salah Satu Warisan Dunia: Pengakuan internasional ini tegaskan lontar sebagai bagian penting warisan budaya dunia, mewariskan nilai luhur nenek moyang ke generasi selanjutnya.

Penutup: Melestarikan Kearifan Lontar Bali

Lontar bukan sekadar teks kuno, melainkan warisan budaya bernilai tinggi bagi Bali dan dunia. Ia menjaga kearifan serta kebijaksanaan nenek moyang, sekaligus panduan spiritual bagi generasi mendatang.

Dengan keunikan seperti warisan intelektual, tradisi hidup, kemudahan pindah, wujud fisik-non-fisik, fungsi terhormat, dan status warisan dunia, lontar Bali terus memikat. Lewat setiap aksara dan cerita, ia sampaikan pesan kebijaksanaan, keadilan, dan ketulusan.

Mari hargai dan lestarikan lontar Bali, agar tetap abadi dan beri cahaya bagi masa depan. Dengan itu, kearifan leluhur terus bersinar, menerangi langkah menuju kehidupan harmonis dan bermakna.

 

 

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE