Mengenal Tari Rejang Renteng: Pesona Tarian Sakral dari Nusa Penida
Sekaa Tari Teratai Putih Pinandita Sanggaraha Nusantara ngayah (mengabdi) di Pura Penataran Agung Besakih dan di Pura Batur, Rabu (23/3/2022).
NUSAPENIDA, BALIKONTEN.COM –
Tari Rejang Renteng adalah warisan budaya dari Banjar Adat Saren, Nusa Penida, yang dirancang sebagai pengantar Upacara Dewa Yadnya. Istilah “renteng” merujuk pada “untaian” atau “deretan,” menggambarkan peran tarian ini sebagai penghubung antar-tahapan dalam ritual keagamaan.
Menurut Jero Mangku Gede Ngurah, pemangku di Merajan Saren Kawitan Keniten, “Renteng mengacu pada rentetan atau kesinambungan, menjadikan tarian ini bagian integral dari upacara piodalan” (wawancara, 5 Februari 2020). Nama ini berasal dari tradisi masyarakat setempat yang menjadikan tarian ini elemen penting dalam upacara, mencerminkan harmoni dan kesucian.
Tarian ini bukan hanya sekadar seni, tetapi juga ritual sakral yang dipercaya membawa berkah dan menjaga keseimbangan alam. Dilakukan dalam konteks upacara piodalan atau ritual panen jagung (jagung meladung), Tari Rejang Renteng diyakini mampu mencegah wabah dan membawa kemakmuran jika dilakukan dengan penuh kesakralan.
Ciri Khas dan Gerakan Tarian
Tari Rejang Renteng dibawakan secara berkelompok oleh wanita dewasa yang sudah menikah, dengan jumlah penari yang selalu ganjil—tiga, lima, atau tujuh orang—sebagai simbol keseimbangan spiritual. Sebelum pentas, para penari menjalani prosesi melukat, sebuah ritual penyucian diri untuk mempersiapkan jiwa dan raga. Gerakan tarian ini sederhana namun sarat makna, terdiri dari tiga pola utama:
Ngelikas: Gerakan menyilang dengan ayunan tangan yang lembut.
Nguler: Goyangan badan dengan pola melingkar yang anggun.
Mentang: Gerakan tangan yang dijulurkan ke samping dengan penuh kepekaan.
Struktur tarian ini mengalir tanpa perubahan ritme, menciptakan harmoni yang selaras dengan musik pengiring bernama rerentengan. Musik ini dimainkan dengan alat tradisional seperti kendang, ceng-ceng kopyak, trompong, reyong, dan kempur, yang memperkuat nuansa sakral.
Busana penari mencerminkan kesederhanaan dan kesucian, dengan kebaya putih, kamen, dan selendang sebagai pakaian adat. Riasan wajah mereka natural, tanpa ornamen berlebihan, menegaskan esensi spiritual tarian ini.
Sejarah dan Perkembangan
Tari Rejang Renteng memiliki akar sejarah yang kuat di Dusun Saren I, Nusa Penida. Tarian ini kembali populer pada 1999 berkat upaya Ida Ayu Made Diastini dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, yang memperkenalkan versi kreasi baru. Namun, masyarakat Banjar Saren tetap setia melestarikan versi aslinya sebagai warisan budaya yang sakral. Hingga kini, tarian ini tidak mengalami perubahan signifikan, menjaga keautentikan dan nilai spiritualnya.
Makna Budaya dan Spiritual
Sebagai tarian sakral, Rejang Renteng bukan hanya seni pertunjukan, melainkan wujud penghormatan kepada leluhur dan kekuatan supranatural. Tarian ini mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan dewa, sekaligus menjadi simbol identitas budaya masyarakat Nusa Penida. Di tengah perubahan zaman, Tari Rejang Renteng tetap hidup sebagai bukti kekayaan tradisi Bali yang tak lekang oleh waktu.
Dengan keindahan gerakan, kesederhanaan busana, dan makna spiritualnya, Tari Rejang Renteng terus memikat hati siapa saja yang menyaksikannya. Tarian ini bukan hanya warisan budaya, tetapi juga cerminan jiwa Bali yang penuh harmoni dan kesakralan.
***