DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Hari Raya Galungan merupakan salah satu perayaan besar yang sangat dihormati oleh umat Hindu Bali. Perayaan ini penuh dengan makna mendalam, tidak hanya secara spiritual, tetapi juga budaya. Galungan sendiri diperingati sebagai hari kemenangan kebaikan (Dharma) atas kejahatan (Adharma). Dalam agama Hindu, Galungan dipercaya sebagai momen kemenangan yang berulang setiap enam bulan sekali (setiap 210 hari) berdasarkan penanggalan Saka.
Pada Hari Raya Galungan, umat Hindu Bali merayakan dengan berbagai tradisi yang melibatkan upacara, prosesi adat, dan berbagai kegiatan sosial yang mengikat masyarakat. Maka, tidak heran jika Hari Raya Galungan menjadi salah satu momen yang sangat dinantikan oleh umat Hindu Bali. Beberapa tradisi yang dilakukan dalam rangkaian perayaan Galungan ini tidak hanya menunjukkan kedalaman spiritual umat Hindu, tetapi mencerminkan keunikan dan kekayaan budaya Bali yang sangat terjaga hingga saat ini. Mari kita simak lebih lanjut mengenai 6 tradisi penting yang dilakukan pada Hari Raya Galungan di Bali:
1. Ngelawang Barong
Salah satu tradisi yang paling mencolok pada Hari Raya Galungan adalah ngelawang barong. Barong sendiri merupakan simbol kekuatan magis yang sangat dihormati di Bali. Barong yang digunakan dalam tradisi ini adalah barong bangkal, yang berbentuk seperti babi besar dengan wajah menyeramkan. Mengarak barong bangkal dari rumah ke rumah di desa atau banjar merupakan bagian dari upaya mengusir roh-roh jahat dan mengembalikan keseimbangan energi di lingkungan sekitar.
Arakan barong ini dilakukan oleh dua orang penari yang masing-masing memegang kepala dan ekor barong. Ngelawang tidak hanya memiliki tujuan untuk membersihkan desa dari energi negatif, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan kepada roh leluhur. Melalui tradisi ini, umat Hindu Bali meyakini bahwa desa mereka akan dijaga dan dilindungi dari bahaya yang dapat mengganggu ketenangan hidup mereka.
2. Mapeed
Mapeed adalah tradisi lain yang sangat populer di Bali saat Hari Raya Galungan. Dalam tradisi ini, umat Hindu akan berjalan bersama menuju pura desa sambil membawa dulang atau pajegan ageng (gede) yang berisi buah-buahan, bunga, dan hiasan janur. Barisan umat yang berjalan menuju pura ini bukan hanya melambangkan perjalanan spiritual, tetapi juga mencerminkan rasa persatuan dan kebersamaan dalam masyarakat.
Salah satu ciri khas dari tradisi mapeed adalah adanya gotong-royong di antara warga desa. Setiap individu membawa sesajen dan berdoa dengan tulus untuk meminta berkah dan keselamatan. Selain itu, mapeed juga memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang ke Bali, karena tradisi ini sangat menggambarkan kekayaan budaya Bali yang berakar kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya.
3. Ngejot
Tradisi ngejot merupakan salah satu bentuk tradisi sosial yang sangat menggambarkan toleransi antar umat beragama di Bali. Ngejot adalah kebiasaan berbagi makanan kepada tetangga, baik sesama umat Hindu maupun non-Hindu. Biasanya, umat Hindu Bali akan menyajikan makanan khas Galungan yang sudah dipersiapkan sebelumnya, seperti nasi, lauk-pauk, dan hidangan lainnya. Ini menjadi momen di mana masyarakat Bali menunjukkan sikap peduli dan kasih sayang kepada satu sama lain. Selain itu, ngejot juga menekankan pentingnya hidup berdampingan dengan penuh kedamaian dan saling menghargai antar agama, yang menjadi ciri khas budaya Bali yang sangat dijunjung tinggi.
4. Memasang Penjor
Salah satu simbol yang paling mencolok dalam perayaan Galungan adalah penjor, sebatang bambu yang dihias dengan daun kelapa (janur) dan berbagai hasil pertanian seperti buah-buahan, umbi-umbian, dan biji-bijian. Penjor merupakan simbol gunung yang dianggap sebagai tempat tinggal para dewa dalam mitologi Hindu, serta simbol kemakmuran dan kemenangan. Pemasangan penjor dilakukan sehari sebelum Hari Raya Galungan, yaitu pada Hari Penampahan. Setiap rumah dan pura di Bali akan dihiasi dengan penjor yang indah. Penjor ini juga dilengkapi dengan sesajen sebagai persembahan kepada Tuhan sebagai ungkapan rasa syukur atas segala berkah yang telah diberikan.
Pemasangan penjor bukan hanya memiliki makna religius, tetapi juga menjadi simbol kekuatan, harapan, dan kesuburan yang diyakini akan memberikan perlindungan dan kedamaian bagi umat Hindu Bali. Proses pembuatan dan pemasangan penjor melibatkan kerja sama yang erat antar warga desa, yang semakin mempererat tali persaudaraan dan kekeluargaan di komunitas tersebut.
5. Makanan Khas Galungan
Seperti halnya hari raya lainnya, makanan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perayaan Galungan. Setiap keluarga di Bali biasanya menyiapkan berbagai makanan khas yang digunakan untuk sesajen dan hidangan bagi keluarga serta tamu yang datang. Salah satu makanan khas yang terkenal adalah tape ketan atau tape Galungan.
Selain tape, umat Hindu juga akan menyiapkan makanan lain seperti dodol, yang biasanya digunakan sebagai bagian dari sesajen di pura. Pada hari Penampahan, umat Hindu juga biasanya akan melakukan penyembelihan babi sebagai bagian dari ritual sembahyang dan persembahan. Makanan ini tidak hanya sekadar hidangan lezat, tetapi juga merupakan simbol penyucian diri dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan.
6. Mekotek
Tradisi mekotek merupakan tradisi yang hanya ditemukan di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Dalam mekotek, sekelompok warga desa akan menggabungkan sejumlah kayu menjadi bentuk kerucut, yang kemudian dipukul-pukul hingga mengeluarkan suara “tek-tek”. Selama prosesi ini, warga desa akan berputar dan berjingkrak sambil diiringi musik gamelan.
Mekotek memiliki tujuan utama sebagai upaya tolak bala atau mengusir bencana yang pernah menimpa desa pada masa lalu serta berfungsi untuk mempererat hubungan antarwarga desa, sebagai simbol dari perjuangan bersama untuk mencapai kedamaian dan keselamatan.
Hari Raya Galungan di Bali bukan hanya perayaan agama, tetapi juga momen yang menggabungkan budaya, sosial, dan spiritual. Bagi umat Hindu Bali, Galungan adalah waktu untuk merayakan kemenangan Dharma atas Adharma serta mempererat hubungan antar sesama, menjaga tradisi, dan melestarikan budaya Bali.
***