PEGUNUNGAN menjadi pilihan objek wisata yang patut dikunjungi untuk mengusir penat akibat hiruk pikuk keseharian. Bali, merupakan pulau yang paling respresentatif untuk memenuhi hasrat tersebut. Suasana sejuk, udara segar dan pemandangan hijau bisa dinikmati Di Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng.
Lokasinya tak jauh dari kawasan Bedugul yang terkenal dengan Kebun Raya. Dari Denpasar, kawasan ini berjarak sekitar 80 km. Sejatinya, potensi wisata Desa Munduk belum banyak mengemuka di publik. Namun sebelum pandemi Covid-19, kawasan ini kerap dikunjungi wisatawan asing khususnya Eropa. Justru, belum menemukannya desa ini, menyajikan lingkungan yang asri dan alami.
Sepi dan tenang, mungkin itulah yang tergambar ketika melintasi Desa Munduk. Tak banyak kendaraan yang melintas di kawasan ini. Tak banyak fasilitas pariwisata, seperti hotel dan restoran di desa ini. Rumah-rumah warga pun berjarak jauh satu sama lain, tidak berkumpul seperti pemukiman pada umumnya.
Memanjakan Mata
BAGI wisatawan yang berencana berlibur ke Munduk, waktu perjalanan dari Bandara Ngurah Rai Bali ke desa ini sekitar 2,5 jam dengan kendaraan pribadi. Perjalanan ke sini pun sudah menyenangkan karena selain jalanan relatif sepi, pemandangan juga begitu memesona.
Gunung, bukit, sawah dan kebun sepanjang jalan benar-benar memanjakan mata yang melihat. Belum lagi jika kabut mulai turun di pagi hari atau sore hari. Desa Munduk biasa dilewati wisatawan yang ingin berkunjung ke Pantai Lovina, Buleleng di Bali utara, pantai yang terkenal dengan atraksi lumba-lumbanya.
Namun seiring berjalannya waktu, banyak juga wisatawan yang kepincut dengan keindahan dan suasana asri di Munduk hingga memilih bermalam di desa ini. Meski akomodasinya tak selengkap objek wisata di Bali selatan, namun Desa Munduk mengajak wisatawan untuk mengenal desa wisata yang sesungguhnnya.
Penginapan di Desa Munduk umumnya berbentuk cottages atau pondok-pondok terpisah. Hal ini karena mereka menyesuaikan dengan lansekap Munduk yang berbukit-bukit naik turun. Apalagi jika mengingat ‘jualan’ utama Desa Munduk adalah keasrian dan alam yang alami atau dalam istilah kerennya eco-tourism.
Tentu sebisa mungkin para pelaku pariwisata lokal ingin mempertahankan kondisi yang ada. Untuk itu, pengelola penginapan-penginapan di Desa Munduk membuatnya seperti menyatu dengan alam.
Nyaris semua penginapan tersebut menyediakan fasilitas sama, satu pondok terpisah dilengkapi air panas, TV, Wi-Fi, serta dapur. Sangat memadai untuk ukuran wisata desa apalagi dengan tawaran harga yang cukup bersahabat. Kebanyakan pondok wisata juga memberikan balkon dengan pemandangan alam di depannya.
Dengan ketinggian antara 600-800 meter di atas permukaan laut, desa ini juga menawarkan pemandangan dengan lembah, bukit, dan danau sepanjang perjalanan.
Area Perkebunan Jadi Pilihan
YANG tak kalah menarik, Munduk punya pilihan perkebunan sebagai area yang patut dikunjungi. Area perkebunan seperti kebun cengkeh, kopi, dan kakao. Memenuhi punggung bukit yang berbaris, hijaunya perkebunan yang dikelola warga setempat ini menjadi aksen yang pas untuk dinikmati melewati jalannya yang berkelok-kelok.
Suasana alami lainnya, para pelintas juga tak jarang menemukan cengkeh atau biji kopi yang dijemur di pinggiran jalan hingga selintas tercium aroma menyegarkan dari kedua komoditas bernilai tinggi tersebut.
Ketiga komoditas pertanian itu juga menjadi salah satu penghasilan utama bagi petani setempat dan memang terbukti memiliki mutu tinggi dan menjadi komoditi ekspor terutama ke Eropa. Perkebunan di desa ini luasnya hingga sekitar 1.000 hektar, sama dengan luas hutannya. Barulah di antara luasnya kebun dan hutan tersebut terdapat rumah-rumah warga, kebun, serta bangunan lainnya.
Ada Kebun Warisan Belanda
DI Desa Munduk juga terdapat jejak sejarah. Legenda mengatakan bahwa daerah itu dihuni oleh orang-orang dari pegunungan dan ada juga yang mengatakan beberapa klan datang dari Klungkung untuk bermukim di Desa Munduk pada sekitar 200 sampai 300 tahun yang lalu.
Ketika Belanda memperluas kerajaan kolonial mereka dari Jawa ke Bali, mereka juga mencapai Bali selatan melalui Desa Munduk. Belanda juga membawa arsitektur kolonial ke Desa Munduk, bersama dengan komoditas ekspor tradisional seperti kopi, kakao, cengkeh dan vanili.
Seperti umumnya perkebunan di Indonesia, perkebunan di Munduk pun warisan Belanda. Sejak tahun 1900-an, ketika menjajah Bali lewat Singaraja, Belanda sudah menjadikan Munduk dan desa-desa sekitarnya sebagai retreat atau tempat peristirahatan.
Saat itu Singaraja adalah ibukota Provinsi Sunda Kecil. Bali termasuk di dalamnya. Di Munduk dan desa sekitarnya, seperti Banyuatis dan Gobleg, Belanda membangun guest house. Guest house pertama di Desa Munduk dibangun oleh Belanda pada 1908. (802)