Perbankan Bali Masih Selektif Salurkan Kredit di Tengah Pemulihan Ekonomi
Pasar murah yang digelar oleh Pemprov Bali bekerjasama Bank Indonesia, Bank BPD Bali, Bulog dan Pertamina/ dok. Balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Di tengah dinamika ekonomi pasca-pandemi, perbankan di Bali masih menerapkan pendekatan hati-hati dalam menyalurkan kredit. Hal ini disampaikan oleh pengamat ekonomi dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, dalam wawancara di Denpasar, Bali, pada Rabu lalu. Menurutnya, ketidakpastian ekonomi, risiko kredit yang meningkat di sejumlah sektor, serta permintaan kredit yang belum pulih optimal di sektor produktif menjadi pemicu sikap prudent perbankan.
“Meski dana pihak ketiga (DPK) terus bertumbuh, penyaluran kredit belum seimbang. Ini menunjukkan fungsi intermediasi perbankan belum berjalan maksimal,” ujar Raka Suardana.
Kondisi ini, lanjutnya, menjadi tantangan sekaligus peluang bagi perbankan di Pulau Dewata untuk lebih agresif namun tetap selektif dalam menyalurkan kredit. Salah satu sektor yang dinilai potensial adalah pembiayaan untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Bank perlu menyeimbangkan manajemen risiko dengan kontribusi nyata terhadap pemulihan ekonomi melalui intermediasi yang sehat,” tambahnya.
Kinerja Perbankan Stabil, Namun Intermediasi Perlu Ditingkatkan
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali, kinerja perbankan di Bali pada triwulan pertama 2025 menunjukkan stabilitas. Hingga Maret 2025, DPK yang dihimpun mencapai Rp192,72 triliun, tumbuh 10,47 persen dibandingkan periode yang sama di 2024 sebesar Rp174,46 triliun. Namun, pertumbuhan kredit tidak sebanding, dengan realisasi penyaluran kredit sebesar Rp113,82 triliun, atau hanya naik 7,25 persen dari Rp106,12 triliun pada Maret 2024.
Akibatnya, rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) perbankan di Bali hanya mencapai 59,06 persen per Maret 2025, turun dari 60,83 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Angka ini masih jauh dari target Bank Indonesia, yang menetapkan batas bawah LDR sebesar 78 persen dan batas atas 92 persen. Bahkan pada Januari 2025, LDR hanya mencatatkan angka 58,25 persen, menunjukkan pertumbuhan yang kurang signifikan.
Meski demikian, kualitas kredit tetap terjaga. Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) per Maret 2025 berada di level 3,10 persen, hampir sama dengan angka 3,12 persen pada periode yang sama di 2024. “Ini menunjukkan perbankan masih mampu menjaga kualitas kredit di tengah tantangan ekonomi,” kata Raka Suardana.
OJK Dorong Pertumbuhan Berkelanjutan dengan Manajemen Risiko
Kepala OJK Bali, Kristrianti Puji Rahayu, dalam kesempatan terpisah menyatakan bahwa pihaknya terus mendukung perbankan melalui kebijakan yang mendorong pertumbuhan berkelanjutan. “Kami berupaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan likuiditas, dengan tetap mengedepankan pendekatan prudent dalam manajemen risiko,” ungkapnya.
Langkah OJK ini diharapkan dapat mendorong perbankan untuk meningkatkan fungsi intermediasi, terutama melalui penyaluran kredit ke sektor-sektor strategis seperti UMKM, yang menjadi tulang punggung ekonomi Bali. Dengan pendekatan yang tepat, perbankan di Bali diharapkan mampu menjadi katalis pemulihan ekonomi daerah, tanpa mengorbankan stabilitas keuangan.
***