PHRI Bali Dorong Pajak Akomodasi di Hulu untuk Maksimalkan PAD
ilustrasi seorang wisatawan/ pixabay/ balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Sektor pariwisata Bali menghadapi tantangan serius akibat maraknya akomodasi tanpa izin resmi. Fenomena ini menyebabkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbuang percuma.
Untuk mengatasi masalah ini, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali mengusulkan pengenaan pajak di hulu melalui kerja sama dengan Online Travel Agent (OTA), khususnya Airbnb, guna menangkap peluang pendapatan yang hilang.
Wakil Ketua PHRI Bali, IGN Rai Suryawijaya, mengungkapkan hal ini dalam wawancara pada Minggu (3/8/2025). Menurutnya, usulan ini sudah didukung regulasi yang ada. “Kami ingin kerja sama dengan OTA seperti Airbnb, yang selama ini menjadi platform utama penyewaan properti skala kecil seperti villa pribadi, rumah, hingga kamar,” ujar Rai, yang juga menjabat sebagai Kepala PHRI Badung.
Ia menyoroti maraknya praktik penyewaan ulang villa oleh oknum warga asing di Bali. Banyak villa yang tidak memiliki izin pariwisata, sehingga tidak berkontribusi pada PAD. “Uang sewa sering ditransfer langsung ke rekening pelaku, sehingga sulit dilacak,” jelasnya.
Untuk menangkap potensi PAD yang hilang, PHRI Bali mendorong kerja sama dengan Airbnb sebagai langkah strategis di hulu. Rai memaparkan, terdapat sekitar 60 ribu listing di Airbnb, dengan 38 ribu di antaranya aktif. “Jika dihitung, potensi pendapatan dari sektor ini mencapai Rp11,18 triliun. Bayangkan, jika 10 persen saja bisa kita ambil, itu sudah besar untuk kas daerah,” ungkapnya.
Meski demikian, PHRI Bali tetap mendorong seluruh properti akomodasi pariwisata di Bali untuk segera mengurus izin resmi. Pendataan properti juga menjadi prioritas untuk memetakan jumlah akomodasi yang ada.
Selain itu, PHRI akan gencar mensosialisasikan pentingnya pengusaha akomodasi bergabung sebagai anggota PHRI, sekaligus mempermudah pendataan. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat pengelolaan pariwisata Bali yang lebih transparan dan berkontribusi maksimal pada pendapatan daerah.
***