Sosok

Profil Mang Jana dari Cucune Nakal hingga Pejabat Desa

profil mang jana

DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Menyebut nama Mang Jana tentu akan teringat dengan lagu Cucune Nakal ciptaan dari Komang Raka. Ya tentunya penyanyi yang satu ini memang sudah tidak terlalu aktif diindustri musik pop Bali, maklum saja saat ini ia tengah disibukkan sebagai pejabat desa tepatnya sebagai Kepala Desa Desa Tumbakbayuh, Badung.

Mang Jana, nama yang tak asing di telinga penggemar lagu pop Bali, kembali mencuri perhatian. Penyanyi asal Landih, Bangli, ini dikenal lewat hits seperti “Kena Kecangkik”, “Layang-Layang”, dan “Kepasilan” di era awal 2000-an. Namun, setelah terpilih sebagai kepala desa Tumbak Bayuh, Mengwi, Badung, ia sempat vakum dari dunia tarik suara. Kini, di penghujung 2025, Mang Jana mengejutkan publik dengan karya terbaru berjudul “Setonden Pawah”, sebuah lagu yang penuh makna dan personal.

Vakum dan Kembali ke Dunia Musik

Dalam wawancara bersama media di Denpasar, Senin, 5 Desember 2022, pemilik nama asli I Nyoman Sarjana ini mengungkapkan perjalanan panjangnya di belantika musik Bali. Sekitar delapan tahun lalu, ia masih merilis karya seperti “Cucune Nakal” dan “Boya Pegawai Negeri” yang diproduksi secara mandiri. Namun, amanah sebagai kepala desa mengalihkan fokusnya dari panggung musik. Hingga akhirnya, setelah didera duka kehilangan sang istri dua tahun lalu, ia menemukan kembali semangat bermusik.

“Saya sempat down setelah istri meninggal. Saya coba hibur diri, ngobrol dengan teman, lalu menyanyi. Ternyata, menyanyi membuat hati tenang. Dari situ, saya putuskan untuk rekaman lagi di sela kesibukan sebagai kepala desa,” ungkap Mang Jana dengan penuh emosi.

Makna “Setonden Pawah” yang Mendalam

Lagu “Setonden Pawah”, yang dalam Bahasa Indonesia berarti “sebelum ompong”, terinspirasi dari pengalaman pribadi Mang Jana. Ia berpikir, selama fisik masih mendukung, mengapa tidak bersenang-senang dengan menyanyi? “Mumpung masih fit, saya ingin menyanyi. Kalau nanti sudah tua dan ompong, suara pasti terganggu,” ujarnya sembari tersenyum.

Dewa Mayura, komposer senior musik pop Bali, turut andil mengolah ide ini menjadi lagu yang ringan namun menghibur, dengan sentuhan musik kocak. Sementara itu, visualisasi lagu diserahkan kepada Andy Duarsa untuk diwujudkan dalam bentuk video musik. “Niat saya cuma ngelimurang manah, menghibur diri. Bukan untuk mengejar popularitas, apalagi sekarang banyak penyanyi muda berbakat,” tutur Mang Jana merendah.

Perjalanan Karier Mang Jana

Karier musik Mang Jana bermula tanpa rencana. Ia diajak oleh almarhum Wayan Sudiana melalui Canting Camplung Record, wadah yang melahirkan album kompilasi pertamanya. Nama Mang Jana melejit berkat lagu “Kena Kecangkik” dan “Layang-Layang”, ciptaan Ketut Wanata. Ia kemudian bergabung dengan Bali Record, lalu merilis album “Kepasilan” dan “Kegurat di Hati” bersama Aneka Record.

“Saya tak pernah bermimpi jadi penyanyi. Berasal dari desa terpencil di Landih, rasanya mustahil. Tapi semua mengalir begitu saja, seperti ketika saya dipercaya jadi kepala desa Tumbak Bayuh,” kenangnya.

Amanah sebagai Kepala Desa dan Cinta pada Musik

Kini, sebagai kepala desa, Mang Jana berfokus mengemban kepercayaan masyarakat dengan karya nyata untuk kemajuan bersama. Meski begitu, identitasnya sebagai penyanyi pop Bali tetap melekat. Tak jarang, ia diminta menyanyi di acara-acara desa, membuktikan bahwa musik tetap menjadi bagian dari hidupnya.

Mang Jana enggan berandai-andai soal masa depan pasca-jabatan. Yang jelas, ia ingin terus berkontribusi, baik lewat tugas sebagai pemimpin maupun lewat lagu-lagu Bali yang menghibur hati. “Setonden Pawah” menjadi simbol kembalinya, sebuah pengingat untuk menikmati hidup selagi mampu.

Kembalinya Mang Jana disambut hangat penggemar. Lagu ini tak hanya menghibur, tapi juga membawa pesan sederhana namun mendalam: lakukan apa yang kamu cintai, setonden pawah—sebelum waktu mengubah segalanya.

***

 

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: