Seputar Bali

Berbeda dengan Kerasukan, Hati-hati Jika Pura-pura Kerauhan Bisa Kena Pastu

Pura-pura Kerauhan Bisa Kena Pastu

 

 

DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Kerauhan merupakan sebuah hal yang sudah sudah ada sejak Bali Kuna bahkan jauh sebelum agama Hindu ada di Bali.

 

Hal ini diungkapkan oleh Ida Bagus Made Bhaskara, seorang penekun Lontar dari Geria Sunia Tampaksiring, Gianyar, melalui channel @Kapiyot.

 

Dikatakannya, kerauhan ini adalah sebuah bagian dari animismen dan juga dinamisme, adanya kekuatan roh suci yang interaksi dengan manusia.

BACA JUGA:  Hanya Ada 1, Segera Siapkan Diri untuk Migrasi, Ini Hari Baik Pindah Rumah Juli 2024

Setelah masuknya aga Hindu ke Bali pun fenomena kerauhan ini masih bertahan dan seperti terlihat pada tari Sanghyang.

 

Begitu juga di sebuah pura acap kali ditemui orang yang kerauhan ketika ada upacara dan tentunya melibatkan pemangku.

 

Kerauhan nyatanya memiliki beberapa jenis atau bagian seperti kerauhan Dewa Hyang, Ida Bhatara Sesuhunan, kerauhan leluhur (Pitara), dan kerauhan Bhuta Kala.

BACA JUGA:  Membandel Tak Lengkapi Administrasi, Duktang Diurus Satpol PP

Jika menyimak dari makna, kerauhan asal  kata dari rauh yang berarti datang. Sehingga kerauhan ini bisa diartikan sebagai datangnya roh suci atau kekuatan Bhuta Kala yang memasuki manusia.

 

Meski terlihat sama, kerauhan sebenarnya berbeda dengan kerasukan, dimana kerauhan adalah roh suci yang datang dan merasuki tubuh manusia.

 

Sedangkan kerasukan merupakan Bhuta Kala yang merasuki tubuh atau badan mannusia.

BACA JUGA:  Puluhan Peserta LPK Darma Stikom Bali Group Akhirnya Bisa ke Jepang, Gaji Rp25 Sebulan

Mereka yang kerauhan ini juga lebih didominasi oleh kalangan  pemangku, sutri, pengayah, atau juru tapakan.

 

Meski demikian, umat biasanya juga bisa saja kerauhan. Kemudian kerauhan juga terbagi dua yakni mawecana dan mesolah.

 

Mawecana sendiri adalah proses komunikasi sedangkan mesolah lebih fokus pada sebuah gerakan tubuh yang meliputi menari.

BACA JUGA:  Dewasa Ayu Potong Rambut Selama Oktober 2024, Gunakan Panca Werdi

Jika yang kerauhan merupakan seorang jro mangku dan terjadi di pura maka itu tidak perlu pembuktian sebab ini sudah tertuang pada Widi Sastra.

 

Namun pembuktian perlu dilakukan jika yang kerauhan terjadi pada umat biasa  atau masyarakat umum kendati itu terjadi di pura.

 

Lontar Widhi Sastra menyebutkan bahwa mereka yang berpura-pura kerauhan sebagai Bhatara,  maka orang yang bersangkutan dikatakan sebagai sakit.

 

Ini terjadi bisa disebabkan oleh pikiran, dan dipengaruhi juga oleh ego yang berlebih.

BACA JUGA:  Angkat Cerita “Dempu Awang, Sanggar Titi Bah Duta Badung Tampilkan Arja Klasik di PKB ke-46

Baskara mengatakan jika ketahuan ia berpura-pura kerauhan maka bisa kena pemastu dan berakibat membahayakan diri sendiri.

 

Mereka yang berpura-pura kerauhan bisa sakit dan tidak bisa disembuhkan bahkan menyebabkan meninggal. ***

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: