Ribut Tentang “Ormas Kuasai Bali”, Koster: Perda Desa Adat jadi Langkah Visioner Perkuat Pecalang dan Keamanan Berbasis Budaya
Koster Bantu Pemulangan Jenazah Nyoman Yudara dari Ceko/ Balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Di tengah polemik kehadiran organisasi masyarakat (ormas) dari luar yang kerap memicu ketegangan, Bali telah melangkah jauh dengan strategi cerdas melalui Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat. Dipelopori oleh Gubernur Wayan Koster, regulasi ini bukan sekadar aturan administratif, melainkan benteng kokoh yang menjaga identitas budaya Bali sekaligus memperkuat sistem keamanan lokal berbasis kearifan adat.
Awal Kontroversi dan Visi Jauh ke Depan
Saat Perda Desa Adat pertama kali diperkenalkan, kritik mengalir deras. Banyak yang menuding langkah ini sebagai politisasi desa adat, sementara lainnya khawatir Bali akan menjadi eksklusif atau bahkan tertutup bagi pendatang. Namun, Koster tetap teguh. Ia melihat apa yang tidak dilihat banyak orang: potensi ancaman konflik sosial akibat intervensi ormas luar yang kurang memahami nilai-nilai budaya Bali.
Perda ini terbukti bukan sekadar reaksi, melainkan langkah antisipatif yang visioner. Dengan mengatur struktur desa adat, regulasi ini memberikan legitimasi hukum kepada Pecalang, satuan pengamanan adat yang kini menjadi tulang punggung keamanan berbasis budaya di Bali.
Pecalang: Garda Depan Keamanan Adat
Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf h Perda Desa Adat, Pecalang memiliki wewenang resmi untuk menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah adat. Ini bukan hanya pengakuan formal, tetapi juga penguatan nyata bagi peran mereka sebagai penjaga harmoni sosial di Bali. Berbeda dari masa lalu, ketika Pecalang lebih dikenal sebagai pengawal upacara adat, kini mereka adalah garda terdepan yang menjaga Bali dari potensi konflik horizontal, termasuk akibat ulah ormas luar.
Konsolidasi besar-besaran Pecalang dalam sebuah pertemuan akbar baru-baru ini sempat memicu reaksi skeptis. Namun, acara tersebut justru menegaskan komitmen Bali untuk membangun sistem keamanan yang berakar pada budaya lokal. Dengan dukungan Perda, Pecalang kini memiliki landasan hukum yang kuat untuk bertindak, tanpa harus bergantung pada pihak eksternal yang seringkali tidak selaras dengan nilai-nilai Bali.
Menutup Celah Intervensi Ormas Luar
Keberadaan ormas dari luar Bali yang mencoba mengambil alih peran keamanan lokal menjadi salah satu tantangan besar. Alih-alih membiarkan pulau ini menjadi panggung konflik, Koster memilih untuk memperkuat desa adat sebagai benteng pertahanan sosial. Melalui Perda Desa Adat, Bali kini memiliki mekanisme keamanan yang mandiri, dengan Pecalang sebagai ujung tombaknya.
Langkah ini tidak hanya melindungi Bali dari potensi gangguan eksternal, tetapi juga mengembalikan kendali keamanan ke tangan masyarakat lokal. Sistem ini memastikan bahwa nilai-nilai budaya Bali tetap menjadi panduan utama dalam menjaga harmoni sosial.
Warisan Koster untuk Bali
Meski sempat menuai kritik, waktu telah membuktikan bahwa Perda Desa Adat adalah langkah berani yang menempatkan Bali di posisi yang lebih kuat. Koster tidak hanya berhasil merancang sistem keamanan berbasis budaya, tetapi juga memastikan bahwa Bali tetap menjadi pulau yang menjaga identitasnya di tengah arus globalisasi.
Sejarah kelak akan mengenang Koster sebagai pemimpin yang tidak gentar melindungi Bali dengan caranya sendiri. Dengan Pecalang yang kini berdiri tegak sebagai simbol keamanan adat, Bali telah memiliki fondasi kokoh untuk menghadapi tantangan masa depan, tanpa kehilangan jati dirinya.
***