DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Rangkaian perayaan suci Galungan dan Kuningan dalam kalender Hindu Bali menyimpan kedalaman makna yang terwujud dalam berbagai ritual, salah satunya adalah Sugihan. Lebih dari sekadar tradisi, Sugihan merupakan momen sakral bagi umat Hindu untuk melakukan pembersihan, baik skala bhuana agung (alam semesta) maupun bhuana alit (diri sendiri). Selama ini, pemahaman awam mungkin terbatas pada Sugihan Jawa dan Sugihan Bali, namun tahukah Anda bahwa terdapat satu lagi jenis Sugihan yang memiliki kekhususan tersendiri?
Menurut buku Acara Agama Hindu karya Putu Sanjaya, rainan Sugihan terdiri dari tiga jenis yang memiliki waktu pelaksanaan dan fokus pembersihan yang berbeda. Memahami ketiga jenis Sugihan ini akan memperkaya perspektif kita terhadap persiapan spiritual menjelang hari raya besar Galungan dan Kuningan. Berikut ulasan mendalam mengenai ketiga jenis Sugihan yang patut diketahui oleh setiap umat Hindu:
1. Sugihan Tenten: Fokus pada Kebersihan Fisik Tempat Suci
Sugihan Tenten dirayakan pada Buda Pon Wuku Sungsang. Momentum ini menjadi penanda dimulainya serangkaian pembersihan secara fisik. Umat Hindu pada hari ini berfokus pada reresik atau membersihkan area pura (tempat ibadah) hingga berbagai perlengkapan yang digunakan untuk persembahyangan. Tujuannya adalah untuk memastikan kesucian dan kebersihan fisik lingkungan spiritual sebelum pelaksanaan ritual-ritual penting lainnya. Sayangnya, dalam praktiknya, Sugihan Tenten seringkali terlewatkan atau kurang mendapatkan perhatian yang semestinya. Padahal, fondasi kesucian sebuah ritual berawal dari kebersihan tempat pelaksanaannya.
2. Sugihan Jawa: Pembersihan Bhuana Agung dan Sambutan Leluhur
Sehari setelah Sugihan Tenten, tepatnya pada Wrespati Wage Wuku Sungsang, umat Hindu merayakan Sugihan Jawa. Hari ini memiliki makna ganda, yaitu sebagai waktu untuk membersihkan tempat-tempat suci seperti Pura dan Sanggah Pamerajan (merajan atau kuil keluarga). Lebih dalam lagi, Sugihan Jawa diyakini sebagai momentum pembersihan bhuana agung atau alam semesta.
Keistimewaan Sugihan Jawa terletak pada kepercayaan bahwa pada hari ini, bhatara-bhatari (manifestasi Tuhan), pitara (leluhur), dan roh suci leluhur turun ke dunia. Sebagai bentuk penghormatan dan penyambutan, umat Hindu melaksanakan persembahyangan dengan melantunkan mantra Sugihan Jawa yang sarat akan makna:
Om Brahma Wisnu Iswara Dewam
Jiwatmanan Trilokanam
Sarwa jagat pratistanam
Suddha klesa winasanam
Artinya: Om Hyang Widhi dalam wujud Brahma, Wisnu, dan Iswara, yang menjiwai ketiga dunia ini (bhur, bwah, swah), sucikanlah seluruh jagat raya, bersihkanlah dari segala kotoran.
Terkait banten (sesaji) yang digunakan pada Sugihan Jawa, umumnya menggunakan banten suci berupa peras tulung sayut, nasi untek 5 bungkul, raka, porosan, sampian pusung, daging ayam, urab barak, urab putih, sate ayam brumbun, dan canang sari. Namun, penting untuk diingat bahwa jenis dan kelengkapan banten dapat bervariasi sesuai dengan desa, kala, patra atau tradisi setempat.
3. Sugihan Bali: Pembersihan Diri dan Refleksi Spiritual
Puncak dari rangkaian Sugihan adalah Sugihan Bali yang jatuh pada Sukra Kliwon Wuku Sungsang. Fokus utama pada rainan ini adalah pembersihan bhuana alit, yaitu diri sendiri atau mikrokosmos. Umat Hindu memanfaatkan momen ini untuk melakukan introspeksi diri, membersihkan pikiran dan hati dari segala kotoran spiritual.
Salah satu praktik yang umum dilakukan saat Sugihan Bali adalah melukat, yaitu ritual pembersihan diri menggunakan air suci. Selain itu, umat juga dapat melaksanakan yoga semadi sebagai bentuk kontemplasi dan pembersihan batin. Berbeda dengan Sugihan Jawa, tidak ada ritual atau banten khusus yang secara baku ditetapkan untuk pelaksanaan Sugihan Bali. Esensinya terletak pada niat tulus dan upaya individu dalam membersihkan diri secara spiritual.
Harmonisasi Tradisi dengan Kearifan Lokal
Penting untuk ditekankan bahwa terkait banten atau sesaji dalam ketiga jenis Sugihan ini, fleksibilitas dan adaptasi terhadap desa, kala, patra (tempat, waktu, dan keadaan) masing-masing umat sangat dianjurkan. Kearifan lokal dan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun memiliki peran penting dalam menentukan detail pelaksanaan ritual.
Dengan memahami ketiga jenis Sugihan ini, diharapkan umat Hindu dapat semakin menghayati makna mendalam dari rangkaian persiapan spiritual menjelang Galungan dan Kuningan. Lebih dari sekadar rutinitas, Sugihan adalah panggilan untuk membersihkan diri dan lingkungan, menyambut kehadiran Ida Sang Hyang Widhi Wasa, serta menghormati para leluhur. Mari jadikan setiap tahapan Sugihan sebagai momentum untuk meningkatkan kesucian diri dan harmoni dengan alam semesta.
***