15/10/2025

Watak Kelahiran Soma Pon Wuku Gumbreg, Begini Sifat Aslinya!

Menggendong Bayi Perempuan dalam Mimpi: Pertanda Keberuntungan atau Pesan dari Alam Bawah Sadar?

ilustrasi menggendong bayi/ balikonten

DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Salah satu kelahiran yang menarik perhatian adalah Soma Pon Wuku Gumbreg, hari Senin Legi di minggu keenam siklus Pawukon. Bagi masyarakat Hindu Bali, hari kelahiran ini bukan sekadar tanggal, melainkan kunci untuk memahami watak, nasib, dan ritual yang menyertainya. Artikel ini mengajak Anda menyelami rahasia kelahiran Soma Pon Wuku Gumbreg, mengungkap karakter uniknya, dan bagaimana tradisi Bali menjaga keseimbangan hidup mereka yang lahir di hari ini.

Memahami Kalender Pawukon dan Wuku Gumbreg

Kalender Pawukon adalah sistem penanggalan tradisional Bali yang berputar dalam siklus 210 hari, terdiri dari 30 wuku atau minggu mistis. Setiap wuku memiliki dewa penguak, simbol alam, dan makna khusus. Wuku Gumbreg, minggu keenam, berada di bawah naungan Dewa Betara Candra. Pohon beringin dan tengguli menjadi lambangnya, sementara burung ayam hutan dan gagak melambangkan suara tajam, dan macan mencerminkan kekuatan liar. Lintang Puwuh-nya menggambarkan gedung terbuka dan lumbung tertutup, menandakan sifat terbuka namun penuh rahasia.

Hari Soma Pon Wuku Gumbreg jatuh pada kombinasi Sapta Wara (Senin) dan Panca Wara (Legi). Menurut lontar wariga, kelahiran ini membawa jatah umur 66 tahun, dengan perjalanan hidup yang penuh warna namun tak lepas dari tantangan. Kalender ini bukan hanya penanda waktu, melainkan panduan untuk memahami karakter dan nasib seseorang sejak lahir.

Watak Kelahiran Soma Pon Wuku Gumbreg

Orang yang lahir pada Soma Pon Wuku Gumbreg memiliki watak yang kontras, seperti api yang berpadu dengan air. Mereka dikenal gagah berani, penuh kebaikan hati, dan hati-hati dalam bertindak. Sifat suka mengalah membuat mereka disukai banyak orang, dengan sopan santun dan tutur kata yang lembut. Mereka penyayang, senang berbagi, dan memiliki ketajaman penglihatan untuk melihat kebenaran di balik situasi.

Namun, ada sisi lain yang tak kalah menonjol. Mereka cenderung suka dipuji, gemar memamerkan kekayaan, dan bisa cemburuan atau iri terhadap milik orang lain. Saat marah, ucapan mereka bisa keras, dan sifat semaunya sendiri kadang muncul. Karena terlalu mengalah, mereka rentan terluka oleh perbuatan orang lain. Keinginan mereka sulit dikendalikan, dan jika tak terpenuhi, bisa memicu gejolak batin. Dalam tradisi Bali, kelahiran ini disebut “melik kelahiran,” artinya berpotensi liar budinya, sering difitnah, dan hidup dalam ancaman bahaya, seperti hanyut di arus air. Ada pula kepercayaan bahwa mereka diikuti makhluk halus, menambah aura mistis pada nasib mereka.

Perjalanan hidupnya pun berliku. Masa kecil (0-6 tahun) berjalan biasa, masa remaja (7-12 tahun) penuh keceriaan, namun usia 13-24 tahun rawan masalah keuangan. Usia 25-30 tahun menjadi puncak keberhasilan, dengan catatan mereka pandai mengelola rezeki dan berbagi dengan orang lain. Tantangan terbesar adalah menjaga keseimbangan agar tak terbawa arus bahaya.

Ritual Otonan: Menyeimbangkan Jiwa

Dalam tradisi Bali, kelahiran Soma Pon Wuku Gumbreg dirayakan melalui upacara otonan, yang diadakan setiap 210 hari sesuai siklus Pawukon, seperti pada 22 Januari 2024 atau 13 Oktober 2025. Upacara ini menggunakan sesaji sederhana seperti canang sari dan banten, dilakukan di sanggah keluarga untuk memohon keseimbangan dan perlindungan. Tujuannya adalah menebus sifat “melik” agar tak menjadi kutukan.

Ritual khusus seperti bayuh oton dan penebusan melik oleh dalang samirana sering dianjurkan. Penglukatan Asta Pungku, Sudamala, dan Gangga Amerta menjadi bagian penting untuk membersihkan energi negatif dan melindungi dari fitnah atau bahaya. Dasa Mala Leteh juga dilakukan untuk menetralkan pengaruh buruk. Di banyak desa, otonan digelar secara mandiri, menciptakan suasana intim yang memperkuat ikatan keluarga dan tradisi.

Makna yang Abadi dalam Budaya Bali

Kelahiran Soma Pon Wuku Gumbreg mencerminkan kekayaan budaya Bali yang tak hanya tentang waktu, tetapi juga harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan—sesuai filosofi tri hita karana. Watak yang penuh kontradiksi, dari keberanian hingga kerentanan, mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam hidup. Di tengah modernisasi, tradisi ini tetap relevan, mengingatkan kita untuk memahami diri sendiri dan menjalani hidup dengan bijak.

Jika Anda lahir pada hari ini, atau ingin mengetahui lebih dalam tentang wariga Bali, tradisi ini menawarkan cara unik untuk menyelami identitas. Soma Pon Wuku Gumbreg bukan sekadar kelahiran, melainkan undangan untuk hidup selaras dengan alam dan jiwa.

***

 

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

error: Content is protected !!