DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Ketua PHDI Provinsi Bali I Nyoman Kenak menyatakan pandangannya terkait aturan yang melarang aksi kampanye di tempat ibadah, salah satunya Pura.
Menurutnya Pura yang merupakan tempat suci umat Hindu disterilkan dari pemanfaatan sebagai tempat dan ajang untuk kampanye kontestan politik dalam tahun 2024 mendatang.
Wewidangan Pura yang terdiri Tri Mandala (Jeroan yang merupakan tempat Pelinggih-pelinggih Suci, Jaba Tengah yang juga berdiri Pelinggih Suci, dan Jaba yang berdiri bangunan seperti Wantilan, Bale Gong dan Bale-bale lainnya, agar disterilkan dari ajang sebagai tempat kampanye, untuk menjaga kesucian Pura dari kontestasi politik yang bersifat partisan.
Hal ini juga telah disampaikan Kenak saat menghadiri rapat di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali pekan lalu.
Kenak mengingatkan kepada Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali agar mempertegas batasan dalam kampanye dibangunan yang terkait Pura, walaupun tempatnya berjauhan, seperti Bale Gong, Wantilan, dan sebagainya.
“Di Bali, dan dalam kacamata Hindu kita memiliki konsep Tri Mandala yaitu Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala. Mari kita jaga bersama konsep ini, masyarakat, Bawaslu dan para politisi,” ungkapnya.
Dalam rapat itu, Ketua Bawaslu Bali Ni Ketut Ariani menyebutkan, pengalaman Pemilu sebelumnya, penetapan kawasan suci kerap menjadi bibit komplain dari para calon. Salah satunya, terkait Wantilan Pura yang lokasinya jauh dari pura.
“Karena dalam aturan itu, dikatakan tempat ibadah tidak boleh menjadi tempat kampanye. Namun Wantilan ini sering menjadi komplain dari calon,” tuturnya. Pihaknya akan menelan lebih dalam terkait usulan PHDI tersebut.
Nyoman Kenak menegaskan, budaya Bali memang memberi batasan-batasan yang disebut Rta, atau aturan, terhadap kehidupan sosial masyarakatnya. Menurut Kenak, tatanan itu dibuat untuk menjaga kelestarian budaya, adat dan agama di Bali.
Dia juga menambahkan bahwa batasan kampanye juga merujuk kepada konsep Tri Semaya, yakni Atita yang artinya peristiwa masa sebelumnya, Wartawan peristiwa masa kini dan Nagata yakni peristiwa yang akan datang.
“Aturan mana yang sebelumnya telah diterapkan dan hasilnya baik, sebaiknya tetap digunakan. Sebelumnya kami juga telah mengusulkan soal definisi kawasan suci, semoga ini bisa jadi pertimbangan dari Bawaslu,” ungkapnya.
Dirinya sepakat bahwa dalam setiap Pemilu, umat Hindu harus waspada dalam menjaga kesucian pura. Agar jangan sampai pura yang disucikan umat secara pikiran dan upacara, justru diganggu kesuciannya dengan praktik politik praktis.
Untuk itu dirinya menilai perlu Bawaslu mengundang seluruh parpol peserta pemilu untuk menyepakati kawasan bebas kampanye.
“Kami di PHDI sangat berkepentingan dalam hal ini. Sebagai majelis umat, perlindungan terhadap pura menjadi salah satu prioritas kami. Pasti ada yang tidak puas dengan usulan PHDI ini, namun acuan kami jelas untuk menjaga kesucian pura,” pungkasnya.
Dalam pertemuan tersebut Bawaslu Provinsi Bali juga mengundang majelis agama lainnya yang ada di Bali, termasuk lembaga adat. Dalam rapat itu dibahas beragam isu yang berkaitan dengan Ideologi Politik Ekonomi Sosial Budaya Pertahanan Dan Keamanan.
Untuk penegasan dan kepastian yang lebih terinci, Kenak menyatakan, akan mendengarkan arahan Paruman Pandita, Paruman Walaka dan Pengurus Harian dalam rapat waktu dekat ini, untuk mengaturnya secara lebih proporsional, agar asas pelayanan PHDI yang mengacu pada Dharma Agama dan Dharma Negara berjalan seiring, tanpa merugikan dan mengganggu kesucian Pura, maupun kerukunan umat Pengempon Pura yang terkait. (red)