Komunitas

Baskara dan Sherina Munaf Jalani Hubungan Lavender Marriage, Apa Itu?

mengenal istilah Lavender Marriage dalam sebuah hubungan

DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Belakangan ini sosok Sherina dan Baskara viral karena menjalani hubungan lavender marriage ketika mereka sah menjadi suami istri. Lanstas apa sebenarnya istilah “lavender marriage” atau pernikahan lavender belakangan ini menjadi perbincangan hangat, terutama setelah muncul dugaan bahwa sejumlah figur publik melakukannya untuk menjaga privasi mereka. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pernikahan lavender? Berikut penjelasannya.

Apa Itu Lavender Marriage?

Lavender marriage adalah pernikahan antara pria dan wanita yang sengaja dilakukan untuk menyembunyikan orientasi seksual salah satu atau kedua pasangan dari stigma sosial. Konsep ini mulai dikenal sejak awal abad ke-20, khususnya di kalangan selebritas yang menghadapi tekanan publik terkait orientasi seksual mereka.

BACA JUGA:  Resmi Jabat Ketua IARMI Bali, Arya Amitaba Ajak Alumni Perkuat Nasionalisme

Istilah ini pertama kali muncul di media Inggris pada tahun 1895, ketika warna lavender dianggap identik dengan homoseksualitas. Fenomena ini mencapai puncaknya pada paruh pertama abad ke-20, sebelum Perang Dunia II, saat pengakuan homoseksualitas hampir mustahil dilakukan tanpa merusak karier, terutama di industri hiburan Hollywood.

Fenomena di Hollywood

Pada 1920-an, klausul moralitas dalam kontrak para aktor Hollywood memperketat kontrol terhadap kehidupan pribadi mereka. Banyak bintang yang kemudian memilih menjalani pernikahan lavender untuk menjaga citra publik dan mempertahankan karier mereka. Salah satu contoh yang mencolok adalah William Haines, aktor terkenal yang memilih mengakhiri kariernya di usia 35 tahun daripada memutuskan hubungan dengan pasangan prianya, Jimmy Shields, seperti yang diminta oleh studionya, Metro-Goldwyn-Mayer.

BACA JUGA:  Kumpulkan Dana Puluhan Juta, 29 Klub Moge Sebar Bantuan ke Seluruh Bali 

Perusahaan film bahkan memberlakukan sanksi kepada aktor yang menentang aturan ini. Universal Film Company, misalnya, menyebut orientasi seksual non-heteroseksual sebagai perilaku yang tidak dapat diterima, sehingga memaksa banyak aktor untuk menjalani pernikahan lavender demi melindungi mata pencaharian mereka.

Strategi Menjaga Citra Publik

Pernikahan lavender kerap digunakan untuk menjaga reputasi seorang selebritas, terutama bagi mereka yang dikenal karena daya tarik seksnya. Namun, dengan meningkatnya kesadaran dan penerimaan terhadap komunitas LGBTQ+ sejak kerusuhan Stonewall pada 1969, praktik ini mulai berkurang. Pada akhir abad ke-20, pernikahan lavender menjadi semakin jarang ditemukan, terutama di kalangan selebritas.

Fenomena di Luar Selebritas

Meskipun sering diasosiasikan dengan selebritas LGBTQ+, pernikahan lavender juga dilakukan oleh orang-orang dari berbagai latar belakang. Mereka yang menjalani pernikahan ini sering berbagi pengalaman melalui platform daring. Sebuah artikel di The Guardian pada November 2019, misalnya, mengundang pembaca untuk menceritakan alasan mereka menikah demi kenyamanan. Selain itu, BBC juga menerbitkan laporan pada November 2017 yang mengangkat fenomena pernikahan semacam ini di komunitas LGBTQ+ Asia di Inggris.

BACA JUGA:  Tingkatkan Kesembuhan Pasien Covid-19, PDDI Bali Sumbang 600 Suplemen Makanan

Pernikahan lavender menunjukkan bagaimana tekanan sosial dapat memengaruhi keputusan pribadi seseorang. Meskipun praktik ini semakin jarang, cerita-cerita yang muncul memberikan wawasan penting tentang perjuangan individu dalam menghadapi norma-norma masyarakat yang ketat. ***

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: