Lakukan Ini Saat Tumpek Wayang Bertemu Kajeng Kliwon Uwudan
Ilustrasi Wayang Bali/ Wikkipedia/ Balikonten
DENPASAR, BALIOKNTEN.COM – Ketika Tumpek Wayang dengan Kajeng Kliwon Uwudan bertemu menjadi rahinan yang semakin keramat. Masing0masing rahinan memiliki makna tersendiri. Momen istimewa ketika Tumpek Wayang bertepatan dengan Kajeng Kliwon Uwudan adalah perpaduan dua hari suci ini bukan sekadar kebetulan dalam kalender Bali, melainkan membawa makna mendalam bagi umat Hindu di Pulau Dewata.
Tumpek Wayang dirayakan setiap 210 hari sekali, tepatnya pada Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku Wayang, sementara Kajeng Kliwon hadir setiap 15 hari sebagai hari keramat. Ketika keduanya bersamaan, energi spiritualnya dianggap semakin kuat. Apa makna di balik perayaan ini, dan apa yang harus dilakukan menurut tradisi Bali? Mari kita jelajahi dengan santai namun penuh makna.
Tumpek Wayang: Hari Suci untuk Seni dan Peruwatan
Tumpek Wayang adalah hari untuk menghormati seni pertunjukan wayang, khususnya wayang kulit, yang dianggap sebagai sarana spiritual sekaligus hiburan. Kata “Tumpek” berasal dari “tum” (kesucian) dan “pek” (akhir), merujuk pada puncak pertemuan Sapta Wara (Sabtu) dan Panca Wara (Kliwon) dalam kalender Bali. Hari ini dianggap keramat, terutama karena kaitannya dengan mitologi tentang kelahiran dua dewa yang lahir pada wuku Wayang.
Dalam mitologi Bali, seorang dewa dianggap memiliki hak untuk “memakan” adiknya yang lahir bersamaan. Namun, dewa lain melindungi sang adik, salah satunya melalui pertunjukan wayang kulit yang dipimpin oleh dalang. Dalam tradisi Bali, dalang dianggap sebagai perwakilan kekuatan ilahi di dunia, memiliki kemampuan untuk membebaskan makhluk hidup dari kekotoran niskala (non-fisik) melalui ritual dan seni.
Bagi mereka yang lahir pada wuku Wayang, terutama pada Sabtu Kliwon, ritual Sapuh Leger menjadi sangat penting. Ritual ini bertujuan untuk membersihkan diri dari pengaruh negatif atau mala yang diyakini dibawa sejak lahir. Upacara ini umumnya menggunakan tirta (air suci) dari dalang, disertai persembahan berupa canang sari dan sesaji lainnya, sebagai bentuk permohonan perlindungan dan upaya menjaga keharmonisan secara spiritual.
Kajeng Kliwon Uwudan: Energi Keramat yang Kuat
Kajeng Kliwon adalah hari suci yang dirayakan setiap 15 hari sekali, ketika Tri Wara (Kajeng) bertemu dengan Panca Wara (Kliwon). Hari ini dianggap memiliki energi spiritual yang kuat, sering dikaitkan dengan kekuatan magis, baik positif maupun negatif. Menurut lontar kuno, Kajeng Kliwon adalah waktu yang tepat untuk meditasi, persembahan, dan penyucian diri.
Ketika Kajeng Kliwon bertepatan dengan Tumpek Wayang, energinya dianggap berlipat ganda. Masyarakat Bali percaya bahwa hari tersebut adalah waktu ideal untuk melakukan penyucian diri, tidak hanya bagi mereka yang lahir di wuku Wayang, tetapi untuk semua umat Hindu. Momentum ini menjadi ajakan untuk merenung, memperbaiki diri, dan memperkuat hubungan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Tradisi yang Harus Dilakukan
Apa saja yang dilakukan masyarakat Bali saat Tumpek Wayang bertepatan dengan Kajeng Kliwon Uwudan? Berikut adalah tradisi yang biasanya dijalankan, berdasarkan kepercayaan dan praktik turun-temurun:
- Melakukan Sapuh Leger untuk yang Lahir di Wuku Wayang
Bagi mereka yang lahir pada wuku Wayang, wajib melakukan ritual Sapuh Leger. Pelaksanaan upacara ini biasanya dibantu oleh dalang atau pemangku, dengan perlengkapan berupa air suci, canang sari, sesuwuk dari pandan berduri, dan berbagai jenis sesaji lainnya. Ritual ini diadakan di pekarangan rumah atau pura setempat untuk memohon perlindungan dari pengaruh negatif. - Persembahan untuk Seni Wayang
Tumpek Wayang adalah waktu untuk menghormati seni wayang. Banyak keluarga atau komunitas seni mempersembahkan sesaji kepada peralatan wayang, seperti kotak wayang (keropak) atau gamelan. Ini adalah wujud syukur atas keindahan seni dan peran dalang dalam menjaga keseimbangan antara dunia nyata dan niskala. - Penyucian Diri untuk Semua Umat
Bertepatan dengan Kajeng Kliwon, hari ini menjadi momen ideal untuk melukat, yaitu ritual penyucian diri dengan air suci. Umat Hindu kerap mengunjungi pura atau sumber air suci untuk mensucikan diri dari energi buruk sekaligus memperkuat koneksi spiritual dengan Tuhan. - Menghindari Aktivitas di Waktu Keramat
Waktu tengah hari (pukul 12.00) dan senja (pukul 18.00) pada hari ini dianggap sebagai waktu peralihan yang keramat. Anak-anak biasanya dilarang berkeliaran pada jam-jam ini untuk menghindari gangguan dari energi niskala. - Persembahan di Pekarangan Rumah
Sehari sebelum Tumpek Wayang, yang disebut Paksa Ala, beberapa keluarga memasang sesuwuk di sudut-sudut rumah atau pelinggih sebagai penanda perlindungan. Pada hari Tumpek Wayang, sesuwuk ini dikumpulkan, diikat dengan benang tridatu, dan diletakkan di halaman rumah bersama persembahan seperti prayascita, mesui, dan api tangkep.
Makna Filosofis
Perayaan Tumpek Wayang yang bersamaan dengan Kajeng Kliwon Uwudan bukan sekadar ritual, tetapi juga cerminan keseimbangan antara seni, spiritualitas, dan kehidupan. Seni pertunjukan wayang menyampaikan ajaran tentang nilai moral, keberanian, dan kebijaksanaan melalui kisah-kisah epik seperti Mahabharata dan Ramayana. Di sisi lain, peringatan Kajeng Kliwon menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan dengan alam semesta dan kekuatan niskala yang tidak tampak oleh mata. Tumpek Wayang dan Kajeng Kliwon mengajak kita untuk merenungkan peran kita dalam menjaga keseimbangan antara dunia nyata dan spiritual, sembari menghargai warisan budaya yang telah diwariskan selama berabad-abad.
Mengapa Penting untuk Diketahui?
Bagi masyarakat Bali, Tumpek Wayang dan Kajeng Kliwon adalah momen untuk memperkuat ikatan dengan budaya dan spiritualitas. Bagi wisatawan atau mereka yang ingin memahami Bali lebih dalam, mempelajari tradisi ini adalah cara untuk menghargai kekayaan budaya Pulau Dewata. Dengan memahami makna dan praktiknya, kita bisa melihat bagaimana Bali menjaga harmoni antara tradisi, seni, dan kehidupan sehari-hari.
***