Lawakan Petruk Dipermasalahkan Setelah 21 Tahun, Siapa Nama Asli Pelawak Legend Ini?
Petruk pemain drama gong yang terkenal era 80-an/ Balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Bagi penggemar kesenian Bali, khususnya drama gong era 1980-an, nama Petruk sudah seperti legenda yang tak pernah pudar. Di balik nama panggung yang melekat di hati penonton, ada sosok I Nyoman Subrata, seniman asal Bangli yang telah menghidupkan seni tradisional Bali dengan karisma dan bakatnya. Bersama mendiang Dolar, ia menciptakan duet ikonik yang menghibur masyarakat Bali dan luar daerah, menjadikan drama gong sebagai salah satu hiburan paling digemari pada masanya.
Awal Perjalanan Sang Maestro Lawak Bali
Lahir pada 1 September 1949 di Bangli, Bali, I Nyoman Subrata memulai kariernya di dunia drama gong pada 1975. Dengan bakat akting dan humor khasnya, ia dengan cepat mencuri perhatian. Puncaknya, pada 1983, ia dinobatkan sebagai juara umum lomba lawak se-Bali, sebuah prestasi yang mengukuhkan namanya sebagai salah satu pelawak terbaik di Pulau Dewata.
Pada 1979, Subrata membentuk duet legendaris bersama Dolar, yang kemudian menjadi ikon dalam dunia drama gong. Chemistry mereka di atas panggung menghadirkan tawa dan keceriaan, menjadikan drama gong semakin populer di kalangan masyarakat Bali pada era 1980-1990-an.
Sayangnya, duet ini harus berakhir pada 2002 karena kesalahpahaman. Meski begitu, kenangan akan kebersamaan mereka tetap hidup dalam ingatan penggemar. Dolar sendiri meninggal dunia pada Juli 2016, meninggalkan warisan besar dalam seni tradisional Bali.
Awal Karier yang Gemilang
I Nyoman Subrata, yang lebih dikenal dengan nama panggung Petruk, lahir di Bangli, Bali, pada 1 September 1949. Ia memulai perjalanan seni pada 1975, menekuni drama gong, sebuah seni pertunjukan tradisional Bali yang memadukan teater, musik, dan lawak. Pada 1983, bakatnya membawanya meraih gelar juara umum lomba lawak se-Bali, menandai kehadirannya sebagai pelawak papan atas.
Duet Ikonik Bersama Dolar
Pada 1979, Subrata berpasangan dengan Dolar, menciptakan duet yang begitu digemari. Penampilan mereka yang penuh humor dan karisma berhasil mempopulerkan drama gong di Bali dan luar daerah. Sayangnya, hubungan mereka sempat renggang pada 2002 karena perbedaan pandangan. Meski begitu, duet ini tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah kesenian Bali. Dolar meninggal dunia pada 2016, meninggalkan duka mendalam bagi dunia seni tradisional.
Tetap Eksis di Era Digital
Di usia yang tak lagi muda, Petruk tetap produktif. Ia masih aktif dalam pertunjukan bondres, komedi tradisional Bali yang kental dengan humor lokal. Tak hanya itu, ia juga merambah dunia digital dengan menjadi model dalam video klip lagu pop Bali seperti Pipise Mekada Bagus karya Ary Kencana dan Sruit Kintil Tel Byos milik Dek Pekir. Kehadirannya di podcast dan serial YouTube membuktikan bahwa ia mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, menjadikan namanya relevan di kalangan generasi muda.
Menghibur di Dalam dan Luar Bali
Kiprah Petruk tak terbatas di Bali. Ia kerap diundang tampil di berbagai daerah, seperti Lombok, Jakarta, Bogor, Palu, Palembang, Bontang, hingga Pontianak. Penampilannya yang penuh energi menunjukkan bahwa drama gong tetap memiliki daya tarik, bahkan di tengah gempuran hiburan modern.
Kehidupan Pribadi
Di luar panggung, I Nyoman Subrata menjalani kehidupan sebagai suami dari Ni Nyoman Sudiati. Pasangan ini dikaruniai dua anak, Ni Luh Putu Sri Pramesti dan Kadek Tresna Budi. Kehidupan pribadinya yang sederhana menjadi cerminan dari sosoknya yang tetap rendah hati meski telah menjadi ikon seni Bali.
Inspirasi bagi Generasi Muda
Sebagai salah satu pilar seni tradisional Bali, Petruk adalah bukti bahwa seni lokal mampu bertahan di tengah modernisasi. Semangatnya dalam berkarya menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus melestarikan budaya Bali. Dengan perpaduan humor, bakat, dan adaptasi terhadap era digital, I Nyoman Subrata alias Petruk tetap menjadi sosok yang dicintai dan relevan hingga kini.
Warisan untuk Masa Depan
Kisah I Nyoman Subrata alias Petruk adalah cerminan dari dedikasi seorang seniman terhadap budaya leluhur. Dengan kemampuan beradaptasi di era digital, ia menunjukkan bahwa seni tradisional seperti drama gong tetap memiliki tempat di hati masyarakat. Bagi generasi muda, Petruk adalah inspirasi untuk terus melestarikan budaya Bali, sambil tetap terbuka pada inovasi dan perkembangan zaman.
***