HUT Ketiga, Paiketan Wartawan Hindu Nyumbang ke Panti Asuhan Sunya Giri
PLN Bali Berdayakan Pertanian Electrifying, Begini Keunggulannya
Denpasar, Balikonten.com – Pertanian menjadi sektor alternatif yang dimiliki Bali kala pandemi. Mendukung hal itu, PLN UID Bali secara aktif mensosialisasikan electrifying agriculture.
Sebuah metode pertanian yang produksinya dengan menggunakan listrik alih-alih diesel. Layanan PLN kepada pelaku usaha sektor pertanian diharapkan dapat meningkatkan efisiensi hingga 40 persen pelaku usaha tani.
Melalui metode pertanian electrifying, PLN berharap petani dapat mengoptimalkan operasional. Karena selain lebih murah juga lebih ramah lingkungan.
Begitu dikatakan General Manager PLN UID Bali, Adi Priyanto saat mengunjungi pelaku usaha pertanian hidroponik di Desa Penebel Tabanan pada Jumat (12/02) lalu.
“Penggunaan hidroponik membutuhkan pompa yang beroperasi hingga 24 jam untuk memberikan nutrisi kepada tanaman, sehingga paling tepat menggunakan pompa listrik yang lebih efisien dan murah,” terangnya.
Kepala Desa Penebel, I Gusti Agung Ketut Sastrawan pada kesempatan yang sama mengatakan dirinya bertekad menjadikan Desa Penebel sebagai sentra penghasil sayuran dengan metode hidroponik.
“Kami akan membuat Desa Penebel terkenal sebagai pengasil sayur organik melalui metode pertanian hidroponik, untuk itu teknologi pompa sebagai syarat keberlangsungan pertumbuhan tanaman lebih tepat menggunakan listrik sehingga lebih murah dan efisien bagi petani,” jelasnya.
Pemilik usaha hidroponik lainnya, I Putu Agus Mahardika, mengatakan bahwa tanaman hidroponik sangat bergantung pada ketersediaan air dan nutrisi yang ditopang oleh pompa listrik selama 24 jam.
“Kami berharap metode ini dapat diaplikasikan di masyarakat umum, sehingga masyarakat dapat membuat sendiri hidroponik di rumah dalam skala kecil untuk dapat mendukung ketahanan pangan,” pungkasnya.
Kunjungan kemudian dilanjutkan dengan mengunjungi Petani di Baturiti Tabanan. I Ketut Budiarta selaku pelaku usaha pertanian telah beralih menggunakan penggilingan padi yang dioperasikan menggunakan listrik.
“Kami lakukan pengajuan tambah daya dari 33 kVA ke 105 kVA, ini jauh lebih murah dibandingkan dengan menggunakan diesel yang harganya mahal dan susah di dapat,” jelasnya.
Budiarta juga menjelaskan bahwa dalam sebulan ia mampu mengeluarkan biaya yang besar untuk pembelian solar yang digunakan untuk menyalakan mesin penggiling padi.
Sedangkan biaya tersebut jauh berkurang hingga 40-45% setelah beralih menggunakan listrik. Menurutnya ini merupakan investasi yang tepat, selain efisien, produktivitas juga meningkat. (801)