KARANGASEM, BALIKONTEN.COM – Reklamasi pantai yang dilakukan oleh PT Pasir Toya Anyar Kubu (PT PTAK) di Desa Adat Tianyar, Kecamatan Kubu, Karangasem, menuai protes keras dari warga setempat. Aktivitas reklamasi tersebut dituding tidak memiliki izin dan berdampak langsung pada akses masyarakat menuju Pura Dalem dan Setra, jalur yang selama ini digunakan secara turun-temurun. Polemik ini telah dilaporkan oleh masyarakat ke Polda Bali dan menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali.
Aksi Reklamasi Diduga Tanpa Izin
Kuasa hukum warga, Nengah Darma, SH, menyatakan bahwa reklamasi yang dilakukan PT PTAK mencakup pembangunan dermaga baru di sisi barat pantai. Dermaga ini disebut sebagai pengganti dermaga lama di sisi timur yang sebelumnya digunakan untuk pengangkutan pasir galian C. “PT PTAK membangun dermaga baru akibat konflik internal di antara pemegang saham yang mengelola dermaga lama,” ujar Nengah Darma.
Ia menegaskan bahwa dermaga baru tersebut dibangun tanpa izin dan secara langsung menutup akses jalan di sepanjang pantai yang menjadi jalur vital bagi krama Desa Adat Tianyar untuk menuju Pura Dalem dan Setra. Hal ini, menurutnya, merupakan pelanggaran yang tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan.
PHDI Bali: Kembalikan Akses Publik
Ketua PHDI Bali, I Nyoman Kenak, SH, yang didampingi Sekretaris Putu Wirata Dwikora, SH, MH, turut angkat bicara. Ia mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah tegas terhadap aktivitas reklamasi tanpa izin yang telah menutup akses publik. “Kami meminta pemerintah untuk bertindak tegas jika terbukti ada pelanggaran. Pemeriksaan lapangan oleh tim gabungan harus diungkap secara transparan agar masyarakat bisa mengawasi,” tegas Nyoman Kenak.
Pada 16 Januari 2025, Tim Krimsus Polda Bali bersama Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali telah melakukan inspeksi lapangan. Hasil temuan menunjukkan bahwa reklamasi oleh PT PTAK telah menutup akses jalan pantai yang menjadi jalur tradisional masyarakat.
Protes Warga dan Dampak Lingkungan
Sebelumnya, pada 14 Agustus 2024, ratusan warga Desa Adat Tianyar menggelar aksi unjuk rasa memprotes aktivitas reklamasi tersebut. Warga menilai reklamasi sepanjang 20-30 meter ke arah laut telah memicu abrasi pantai dan merusak lingkungan. “Akses jalan dari barat ke timur pantai kini tertutup, sehingga aktivitas masyarakat terganggu,” ujar Nengah Darma.
Selain aksi unjuk rasa, laporan resmi telah diajukan ke Polda Bali pada 24 November 2024. Warga juga mengirimkan surat pengaduan ke berbagai instansi, termasuk Presiden RI, Kapolri, DPR RI, hingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Tanggapan PT PTAK
Kuasa hukum PT PTAK, I Made Arnawa, membantah tuduhan tersebut. Menurutnya, reklamasi di lokasi tersebut telah dimulai sejak 2013 oleh pemilik sebelumnya. “Kami hanya melanjutkan proyek yang sudah ada. Semua izin terkait pembangunan, termasuk reklamasi, sudah lengkap,” ujar Arnawa seperti dikutip dari Baliportalnews.com pada 15 Agustus 2024.
Namun, klaim ini tidak menyurutkan desakan masyarakat yang meminta pemerintah untuk segera memulihkan akses jalan pantai dan menghentikan aktivitas reklamasi yang diduga tidak sesuai prosedur.
Menanti Keputusan Pemerintah
Kasus ini menjadi ujian bagi pemerintah dalam menegakkan hukum dan melindungi hak masyarakat atas akses publik, terutama untuk keperluan adat dan budaya. Transparansi hasil pemeriksaan serta tindakan konkret terhadap pihak yang terbukti bersalah menjadi harapan besar warga Desa Adat Tianyar. ***