DENPASAR, BALIKONTEN.COM –
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) memiliki berbagai fungsi penting bagi umat Hindu di Indonesia. PHDI bertugas sebagai lembaga tinggi keagamaan yang membina dan mengarahkan umat Hindu, baik dalam aspek keagamaan, sosial, maupun budaya.
Karenanya, para pentolan PHDI dari pusat sampai daerah dituntut memiliki kompetensi yang mumpuni, baik dari sisi praktis maupun akademis. Hal itulah yang mendorong Ketua PHDI Kota Denpasar I Made Arka untuk terus menuntut ilmu hingga mendapatkan gelar paripurna, doktor.
Made Arka, S.Pd., M.Pd., berhak menyandang gelar Doktor (Dr) di depan namanya setelah berhasil mempertahankan disertasi berjudul “Dinamika Sistem Aguron-guron Calon Sulinggih di Kota Denpasar” pada Ujian Terbuka Promosi Doktor, Program Pascasarjana Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa, Denpasar, Rabu (18/6/2025).
Ditemui setelah ujian, Made Arka membeberkan, penelitian doktoralnya ini tergugah dari rasa prihatin terkait maraknya sulinggih yang viral di media sosial karena berbagai sebab yang dilakukan yang bersangkutan.
Made Arka berpendapat, ketika orang yang telah disucikan menjadi viral karena hal-hal negatif, artinya ada sesuatu yang tidak beres. Entah sistem dari proses pengajaran di awal (aguron-guronnya), sesana atau pedoman yang dilanggar atau karena faktor usia yang terlalu muda sehingga tidak siap menjalankan tugas dan fungsi seorang sulinggih.
“Jabatan sulinggih mempunyai persyaratan yang dipenuhi. Sebuah jabatan mempunyai tugas dan wewenang dalam agama Hindu disebut dengan Sasana Kawikon. Namun di lapangan seorang sulinggih tidaklah mudah untuk menjaga Sasana Kawikon. Viralnya sulinggih melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan Sasana Kawikon menjadi pembicaraan luas,” jelas Made Arka.
Sehingga ia tergerak meneliti dan membahas secara komprehensif mengenai keberadaan sistem aguron-guron calon sulinggih, khususnya di Kota Denpasar.
Dengan cermat, Made Arka meneliti perkembangan sistem aguron-guron calon sulinggih dan implikasi sistem aturan-aturan calon sulinggih terhadap keberagaman umat Hindu di kota Denpasar dengan metode kualitatif.
“Saya telah mengumpulkan semua data dari narasumber dan berbagai referensi. Di setiap pasemetonan tentu punya aturan sendiri tentang sulinggihnya. Namun saya berniat menerbitkan sebuah buku pedoman calon sulinggih hasil riset dari semua pasemetonan sehingga menjadi satu kesamaan,” jelasnya.
Kolaborasi PHDI dan pemerintah, lanjut Made Arka, sangat diperlukan untuk melahirkan sulinggih-sulinggih yang sesuai sesana kawikon. Terbukti, calon sulinggih yang diawasi oleh PHDI Kota Denpasar melalui Diksa Pariksa menghasilkan sulinggih sesuai harapan.
“Kita tidak memungkiri memerlukan suatu pedoman karena kualitas sulinggih berimplikasi pada umat,” terang dia.
Ketua PHDI Provinsi Bali Nyoman Kenak, SH., mengapresiasi dedikasi Dr. Made Arka untuk kemaslahatan umat Hindu. Hal ini dibuktikan dengan terus mengaktualisasi pengetahuan diri. Made Arka, menurut Kenak, adalah sosok yang lengkap.
“Beliau seorang praktisi sekaligus akademisi. Dengan kualitas yang dimiliki, beliau akan gampang menyampaikan pesan kepada umat. Umat pun menjadi lebih yakin karena yang menyampaikan seorang doktor, ” jelas Kenak.
Kenak berharap capaian Made Arka dan keseriusannya dapat menginspirasi pengurus PHDI lainnya. Sebab, di tengah arus perubahan yang sangat cepat, mesti berjalan lurus dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) umat Hindu.
Dalam proses studi doktor (S3) nya, Made Arka dipromotori oleh Prof. Dr. Drs. IGN Sudiana, M. Si., didampingi Prof. Dr. I Nyoman Alit Putrawan, S.Ag., M. Fil. H., sebagai Kopromotor.
Dewa penguji, antara lain, Prof. Dr. Dra. Relin D. E., M.Ag., Prof. Dr. I Nyoman Sueca, S.Ag., M. Pd., Prof. Dr. Drs. I Made Surada, MA., Prof. Dr. Made Sri Putri Purnamawati, S.Ag., MA., M. Erg., Dr. Drs. I Nyoman Ananda, M.Ag., Dr. Ferdinandus Nanduq, S.Ag., M.Ag., dan Dr. Dewa Ketut Wisnawa, S.Sn., M.Ag.