Tata Cara Banyu Pinaruh: Ritual Suci Pasca-Saraswati di Bali
Tirta Empul di Gianyar menjadi salah satu tempat tujuan melaksanakan tradisi melukat di Bali/ Balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Setiap setahun sekali, sehari setelah Hari Raya Saraswati, umat Hindu di Bali merayakan Banyu Pinaruh, sebuah upacara yadnya yang sarat makna.
Jika Saraswati dirayakan pada akhir wuku Watugunung, maka Banyu Pinaruh tiba pada hari pertama wuku Sinta, tepatnya Redite Paing Sinta. Ritual ini bukan sekadar tradisi, tetapi juga wujud penyucian diri, baik secara fisik maupun batin, melalui prosesi melukat yang menjadi inti perayaan.
Makna Filosofis Banyu Pinaruh
Kata Banyu Pinaruh berasal dari “banyu” (air) dan “pinaruh” (pengetahuan). Secara harfiah, ritual ini melambangkan pembersihan kegelapan batin (awidya) dengan siraman ilmu pengetahuan. Dalam Manawa Dharmasastra, disebutkan:
“Adbhirgatrani suddhyanti, manah satyena suddhyanti widyatapobhyam bhutatma budhhir jnyanena suddyanti.”
“Badan disucikan dengan air, pikiran dengan kejujuran, jiwa dengan ilmu dan tapa, serta akal budi dengan kebijaksanaan.”
Filosofi ini menegaskan bahwa Banyu Pinaruh bukan hanya membersihkan tubuh, tetapi juga menjernihkan pikiran dan jiwa melalui kebenaran, ilmu, dan kebijaksanaan.
Langkah-Langkah Melukat dalam Banyu Pinaruh
Berikut adalah tata cara pelaksanaan melukat dalam tradisi Banyu Pinaruh yang dilakukan sehari setelah Hari Raya Saraswati. Ritual ini menggabungkan persiapan batin, pemilihan lokasi suci, dan prosesi yang penuh makna.
1. Persiapan Batin Sebelum Melukat
Sebelum memulai, umat Hindu di Bali biasanya mempersiapkan diri dengan meditasi atau yoga. Ini membantu menenangkan pikiran, meningkatkan fokus, dan mempersiapkan jiwa untuk ritual suci. Persiapan mental ini penting agar proses melukat berjalan dengan penuh kesadaran dan kekhusyukan.
2. Memilih Lokasi Melukat
Melukat biasanya dilakukan di tempat-tempat suci seperti pantai, sungai, atau sumber mata air alami. Bali memiliki banyak lokasi ideal untuk melukat, seperti:
Pura Tirta Sudamala di Bangli, yang terkenal dengan air sucinya.
Taman Beji Griya Waterfall di Badung, menawarkan suasana alami nan damai.
Pura Campuhan Widhu Segara di Pantai Padanggalak, Denpasar.
Pura Luhur Tamba Waras di Tabanan.
Pura Tirta Empul di Gianyar, destinasi populer untuk ritual penyucian.
Pastikan lokasi yang dipilih bersih dan bebas dari polusi agar ritual berlangsung dengan khidmat.
3. Prosesi Melukat
Waktu terbaik untuk melukat adalah saat matahari terbit, ketika energi alam sedang puncak-puncaknya. Momen ini juga ideal untuk refleksi dan doa. Sarana yang perlu disiapkan meliputi banten pejati, bunga, dupa, dan air kumkuman (air bunga untuk penyucian). Prosesi ini dilakukan dengan penuh kesadaran, mengalirkan air suci ke tubuh sebagai simbol pembersihan diri.
4. Penutup Ritual
Setelah melukat, lanjutkan dengan berkeramas menggunakan air kumkuman untuk menyempurnakan penyucian jasmani dan rohani. Ritual diakhiri dengan sembahyang di merajan atau tempat ibadah keluarga. Dalam doa, ungkapkan rasa syukur atas ilmu yang diterima dan mohon petunjuk untuk menjalani hidup dengan penuh kebijaksanaan.
Mengapa Banyu Pinaruh Penting?
Banyu Pinaruh bukan sekadar tradisi, tetapi juga pengingat akan pentingnya menjaga kebersihan jiwa dan raga. Dalam kehidupan modern yang penuh distraksi, ritual ini mengajak kita untuk kembali ke akar budaya, merenung, dan memperbarui komitmen pada kebenaran dan kebijaksanaan. Dengan melukat, umat Hindu di Bali tidak hanya membersihkan diri dari “kegelapan” batin, tetapi juga memperkuat hubungan dengan alam dan Tuhan.
Tips untuk Merayakan Banyu Pinaruh
Datang lebih awal: Melukat saat fajar memberikan pengalaman spiritual yang lebih mendalam.
Hormati tradisi lokal: Jika melukat di pura atau sumber air tertentu, patuhi aturan dan tata cara setempat.
Fokus pada niat: Jadikan ritual ini sebagai momen introspeksi dan pembaruan diri.
Selamat merayakan Banyu Pinaruh! Semoga ritual suci ini membawa kedamaian, kejernihan pikiran, dan kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
***