Sejarah Singkat Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya, Cikal Bakal Kutukan Seorang Brahmana

 Sejarah Singkat Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya, Cikal Bakal Kutukan Seorang Brahmana

Kolase Topeng Dalem Sidakarya dan Papan Nama Pura Dalem Sidakarya/ Facebook Dalam Sidakarya dan kharismamdanai1.blogspot/ balikonten

 

BALIKONTEN.COM – Beginilah sejarah singkat tentang Pura Mutering Jagat Dalem .

Mutering Jagat Dalem Sidakarya atau yang juga dikenal dengan Pura Dalem Sidakarya adalah salah satu Pura Kahyangan Jagat.

Pura Dalem Sidakarya juga menjadi pusat untuk nuur atau nunas tirta (air suci) bila masyarakat Hindu ada yang melaksanakan yadnya.

BACA JUGA:  Kursi Pijat hingga Pemeriksaan Kesehatan untuk Kenyamanan Penumpang di Bandara Bali

Hal ini dibahas dalam buku Babad Sidakarya karya I Nyoman Santun dan I Ketut Yadnya (2003).

Dalam buku itu dibahas secara gamblang tentang Pura Dalem Sidakarya. Perlu diketahui pula jika Pura Dalem Sidakarya ini terletak di Jl. Dewata, No. 16, Kelurahan Sidakarya, Denpasar Selatan.

Diawali dengan kisah Brahmana Keling dari Jawa Timur yang memiliki hubungan keluarga dengan Raja Dalem Waturenggong.

BACA JUGA:  Ketahui Daftar Rahinan Kajeng Kliwon Bulan November 2024

Saat itu, Raja Dalem Waturenggong memerintah di wilayah , Klungkung. Perlu juga diketahui jika Brahmana Keling merupakan putra dari Dang Hyang Kayu Manis yang tiada lain adalah saudara dari Raja Dalem Waturenggong.

Pada suatu ketika, terdengarlah sebuah bahwa Raja Dalem Waturenggong sedianya akan melaksanakan sebuah upacara yang bernama Eka Dasa Rudra di , Karangasem.

Kabar itu lantas terdengar hingga ke telinga Brahmana Keling. Adapun tujuan besar dari upcara itu adalah memohon kesejahteraan, berkah untuk seluruh masyarakat Bali.

BACA JUGA:  Sedana Yoga, Baik untuk Mulai Berdagang Mei dan Juni 2024

Mendengar kabar baik itu, Brahmana Keling kemudian bergegeas menuju Bali untuk ikut serta dalam melaksanakan upacara Eka Dasa Rudra.

Dengan pakaian lusuh lantaran menempuh perjalanan yang cukup panjang, sampailah ia di lokasi upcara.

Lalu Brahmana Keling hendak menjumpai saudaranya yakni Raja Dalem Waturenggong dan berniat menyampaikan maksud dan tujuannya ke Bali.

BACA JUGA:  Dewasa Ayu Menikah Selama Tahun 2025 Menurut Kalender Bali

Karena penampilan Brahmana Keling yang lusuh saat itu, masyarakat sekitar pun tidak percaya dengan ucapan Brahmana Keling yang memiliki hubungan dengan sang raja.

Sayangnya, niat baik Brahmana Keling tidak mendapat sambutan baik dari masyarakat. Ia justru diusir denganc ara yang hina oleh masyarakat setempat.

Dengan berat hati, Brahmana Keling pun meninggalkan lokasi sembari mengeluarkan sebuah kutukan atau pasti kepada Raja Dalem Waturenggong.

BACA JUGA:  Juni - Juli Tidak Ditemukan Dewasa Melaspas, Agustus 2024 Ada Satu

Isi Kutukan Brahmana Keling kepada Raja Dalem Waturenggong

Upacara yang dilaksanakan di Pura Besakih ini tan Sidakarya (tidak sukses) tanpa kehadirannya, bunga kekeringan, rakyat kegeringan (diserang wabah penyakit), sarwa gumatat gumitit (hama) membuat kehancuran (ngerebeda) di seluruh jagat (bumi) Bali.

Kemudian Brahmana Keling pun berangsur meninggalkan lokasi menuju arah Barat Daya yang dikenal dengan Bandana Negara yang saat ini dikenal dengan nama .

Di Bandana Negara, Brahmana Keling kemudian membuat sebuah tempat peristirahatan.

Kutukan Brahaman Keling mulai nampak, kejadian aneh pun mulai bermunculan tatkala persiapan upcara Eka Dasa Rudra tengah berjalan.

BACA JUGA:  Tumpek Wariga “Amrtaning Sarwa Tumuwuh”

Tanaman mati, ternak banyak yang sakit hingga masyarakat yang tiba-tiba mati. Tak sampai di sana, wabah penyakit mulai bermunculan secara tidak beraturan.

Kejadian aneh ini pun membuat jalannya upacara Eka Dasa Rudra menjadi terhambat dan kacau.

Sang Raja Dalem Waturenggong belum mengetahui tentang asal muasal dari kutukan ini. Ia memerintahkan pendeta kerajaan untuk menghentikan kejadian aneh tersebut.

BACA JUGA:  Presiden Jokowi Silaturahmi ke Megawati, Hasto Ungkap Topik Obrolan

Namun usaha itu sia-sia dan tidak membuahkan hasil. Lalu sang raja pun akhirnya turun tangan dengan melakukan samadi guna memohon petunjuk kepada Ida Sang Hyang Widhi.

Sang raja kemudian mendapatkan pawisik bahwa kejadian yang tengah berlangsung adalah kutukan dari Brahmana Keling.

Dan dari sana ia juga mengetahui untuk bisa menghentikan kutukan, satu-satunya cara adalah dengan meminta langsung kepada Brahmana Keling.

BACA JUGA:  Penerapan CHSE Jadi CHSE Tingkatkan Kualitas dan Daya Saing Akomodasi Pariwisata

Raja Dalem Waturenggong pun mengutus patihnya untuk menemui Brahmana Keling dan mengajaknya ke Kerajaan Gelgel.

Sesampainya Brahama Keling di Kerajaan Gelgel, Raja Dalem Waturenggong pun meminta maaf atas kejadian yang sudah dialami Brahama Keling sebelumnya.

Lalu setelah itu Brahmana Keling menghentikan wabah tersebut dengan kekuatan yang ia miliki, sehingga upacara Eka Dasa Rudra pun bisa berjalan dengan baik.

BACA JUGA:  Tumpek Wariga “Amrtaning Sarwa Tumuwuh”

Raja Dalem Waturenggong kemudian memberikan sebuah gelar Dalem Sidakarya kepada Brahaman Keling.

Akhirnya setelah ucapacara Eka Dasa Rudra selesai, Brahmana Keling pun kembali ke tempat peristirahatannya.

Lalu pada tahu 1558 Masehi atau Tahun Saka 1440, Raja Dalem Waturenggong memerintahkan Raja Badung, I Gusti Tegeh Kori untuk membuat sebuah pura di tempat peristirahat Bramana Keling atau Dalem Sidakarya.

BACA JUGA:  Ketahui Daftar Rahinan Kajeng Kliwon Bulan November 2024

Dan hingga saat ini, tempat peristirahatan itu dikenal dengan Pura Dalem Sidakarya.

Pura Dalem Sidakarya tetap menggunakan konsep pura pendahulunya namun ada beberapa konsep yang menggunakan simbol Sad Kahyangan seperti berikut:

  • Pelinggih Pemayun Agung yaitu sebagai manifestasi / pengayatan ke Pura Besakih dan Gunung Agung
  • Pelinggih Manik Geni sebagai manifestasi atau pengayatan ke pura Lempuyang
  • Pelinggih Pemayun Toya sebagai manifestasi atau pengayatan ke Pura Batur
  • Pelinggih Pemayun Cakra sebagai manifestasi atau pengayatan ke Pura Batukaru
  • Pelinggih Pemayun Ngurah Agung sebagai manifestasi atau pengayatan ke Pura
  • Pelinggih Pemayun Putra sebagai manifestasi atau pengayatan ke Pura Sakenan

Mengingat Pura Sad Kahyangan itu terpusat maka Pura Dalem Sidakarya diberi nama Dalem Sidakarya diberikan nama Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya.

BACA JUGA:  Presiden Jokowi Silaturahmi ke Megawati, Hasto Ungkap Topik Obrolan

Nama ini memiliki arti tersendri yakni Mutering yang berarti pusat, jagat berarti alam atau dunia sedangkan Dalem Sidakarya adalah gelar dari Brahmana Keling.

Raja Dalem Waturenggong kemudian mengeluarkan sebuah sabda yang memuat bahwa masyarakat yang melaksanakan upcara besar wajib nunas tirta di Pura Dalem Sidakarya dan juga menggelar pementasan Tari Topeng Dalem Sidakarya.

BACA JUGA:  Bukan Sekedar Ciuman, Ketahui Sejarah dan Makna dari Tradisi Omed-omedan di Sesetan

Tujaunnya agar upacara bisa berjalan dengan lancar. Pujawali atau di Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya jatuh pada Saniscara Kliwon Landep.

Ketika proses piodalan berlangsung, biasanya akan dipentaskan sebuah tarian sakral bernama Tari Telek. ***

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

error: Content is protected !!