Soal Kisruh di Bugbug, Giliran Purwa Arsana dan Prajuru Adat Klarifikasi ke PHDI Bali
BERTEMU - Kelihan Desa Bugbug Purwa Arsana bersama prajuru bertemu Ketua PHDI Provinsi Bali.
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Menindaklanjuti pertemuan sejumlah tokoh masyarakat Desa Adat Bugbug, Karangasem ke Gedung PHDI Provinsi belum lama ini, kali ini Kelihan Desa Bugbug, Ngurah Purwa Arsana dan Ketua Sabha Desa Adat Bugbug, Nengah Sirnu didampingi sejumlah prajuru adat datang pada Sabtu 8 April 2023.
Purwa yang juga Anggota DPRD Provinsi Bali itu hadir untuk memberikan informasi berimbang terkait kisruh di Desa Bugbug tentang pembanguan resort dekat kawasan suci.
Kehadiran Purwa dan prajuru adat diterima oleh Ketua PHDI Provinsi Bali I Nyoman Kenak, Sekretaris PHDI Provinsi Bali Putu Wirata Dwikora dan Wakil Ketua Nyoman Iwan Pranajaya yang membidangi Kearifan Lokal dan Putu Wira Dana yang membidangi hubungan antar organisasi.
Purwa membantah tuduhan bahwa resort yang dibangun di Kawasan Candidasa berdekatan dengan Pura Bukit Gumang serta melanggar Bhisama Kesucian Pura PHDI Pusat.
Dia juga membantah sekaligus mengklarifikasi tudingan dari sejumlah warga Bugbug yang sebelumnya mendatangi PHDI Bali, dibawah pimpinan Mas Suyasa, yang menuding pembangunan resort oleh investor Cekoslowakia, belum memiliki ijin tapi bangunan sudah dikerjakan dan diperkirakan sudah 50% sampai 60%, lokasinya disebut melanggar Bhisama Kesucian Pura dalam hal status Pura Bukit Gumang sebagai Pura Dang Kahyangan dan membawa peta yang menunjukkan perkiraan jarak ke Pura Bukit Gumang sekitar 900 meter.
‘’Kami tidak membangun dalam radius Pura Bukit Gumang, tetapi dekat Pura Enjung Ngawit, masuknya juga bukan dari jalur Pura Bukit Gumang, tetapi dari daerah Candidasa,’’ kata Ketua Sabha Desa Adat Bugbug, Nengah Sirnu.
Pembangunan juga sudah mendapat persetujuan dalam rapat Prajuru Desa, Bupati Karangasem Gede Dana yang disebutnya mempersilahkan untuk membangun terlebih dahulu sementara ijinnya dalam proses dan mempersilakan PHDI Bali turun langsung ke lokasi untuk kepastian lokasi resort yang dibangun, serta jaraknya dari Pura Bukit Gumang yang disebutkan oleh delegasi sebelumnya melanggar Bhisama Kesucian Pura.
Soal perijinan, Purwa Arsana menegaskan, masih dalam proses dan tidak ada masalah,.
Seorang delegasi bahkan mengaku sudah bersumpah di Pura Batusari, sebagai bukti bahwa tidak ada niat negatif dan siap mendapat hukuman bilamana ternyata niatnya tidak tulus.
Disebutnya bahwa sejak pembangunan resort di Candidasa oleh investor yang berasal dari Cekoslowakia tersebut, dibawah kepemimpinan Klian Desa Adat Bugbug, Ngurah Purwa Arsana, bisa dilakukan ‘’Ngenteg Linggih’’ dan desa-desa yang menjadi Pengempon Pura Bukit Gumang seperti Desa Datah, Desa Bebandem, Desa Jasi dan Desa Bugbug sendiri, sudah menikmati ratusan juta untuk membangun.
Mereka juga menegaskan, kontrak dengan investor Cekoslowakia mestinya disyukuri, karena penandatanganan Kerjasama bisa dilakukan justru di masa pandemic Covid19, ketika pariwisata di Bali khususnya, sedang berada pada titik rendah.
Juga, ditegaskan, pembangunan dan renovasi Pura Bukit Gumang yang menghabiskan sekitar Rp 4 miliar, dalam perkiraan bila dihitung secara professional dalam hitungan proyek, bisa bernilai Rp 20 miliar.
Menanggapi klarifikasi dan aspirasi-aspirasi tersebut, Wakil Ketua Bidang Kearifan Lokal PHDI Bali, Nyoman Iwan Pranajaya sempat mengingatkan, kalau benar ada renovasi Pura Bukit Gumang, yang menurut pengetahuan Nyoman Iwan merupakan Pura Kuno yang usianya sudah ratusan tahun, agar keunikan arsitektur, symbol, dan asta-kosala-kosali kunonya dipertahankan, kecuali untuk yang sudah mengalami kerusakan parah.
‘’Kami di PHDI Bali sangat konsen tentang perlindungan Pura Kuno. Apalagi sudah ada Peraturan Gubernur Bali tentang Perlindungan Simbol-simbol Suci, yang karena keunikan itulah, mengundang wisatawan berkunjung ke Bali. Saya kira, Jro Kelian Adat, Pak Purwa Arsana yang duduk juga di DPRD Bali, sangat tahu tentang hal ini,’’ ujar Iwan.
Ketua PHDI Bali Nyoman Kenak menegaskan, bahwa komentarnya di media tidak terlepas dari tugas dari PHDI sebagai pengayom umat Hindu dengan segala aktivitasnya.
Apalagi, dalam Perda No. 17 Tahun 2020 tentabg RTRW Kabupaten Karangasem, di pasal 59A huruf i tertuang bahwa:
Pengawasan pemanfaatan ruang kawasan tempat suci, melibatkan PHDI Provinsi Bali.
‘’Walaupun secara sfesifik, tugas pengawasan itu ada di PHDI Kabupaten, sebagaimana bunyi Perda RTRW Karangasem tersebut, karena media meminta tanggapan PHDI Bali, dan delegasi yang pertama dari Desa Bugbug datang ke PHDI Bali, maka kami siap memberi atensi terhadap aspirasi ini, Bersama PHDI Kabupaten Karangasem,’’ imbuh Nyoman Kenak. (red)