DENPASAR, BALIKONTEN.COm – Nama Sukatani belakangan ini mencuri perhatian publik, terutama di kalangan pecinta musik punk. Band asal Purbalingga, Jawa Tengah, ini menjadi sorotan setelah lagu mereka, “Bayar Bayar Bayar,” ditarik dari peredaran karena dianggap menyinggung institusi Polri. Lantas, siapa sebenarnya Sukatani, dan bagaimana perjalanan musik mereka hingga viral?
Sukatani: Band Punk dengan Dua Personel
Sukatani adalah band punk yang hanya digawangi oleh dua personel, yakni Ovi alias Twister Angel sebagai vokalis dan AI alias Alectroguy yang memainkan gitar sekaligus mengisi instrumen lainnya secara digital. Nama “Sukatani” sendiri dipilih sebagai representasi desa yang asri dan makmur, bertolak belakang dengan lirik-lirik kritik sosial yang mereka bawakan.
Musik Sukatani banyak terinspirasi oleh band anarcho-punk era 80-an serta pengaruh proto-punk. Beberapa pendengar bahkan mengategorikan musik mereka ke dalam aliran post-punk atau new wave. Terbentuk pada Oktober 2022, band ini mulai dikenal setelah merilis album Gelap Gempita pada Juli 2023, yang berisi delapan lagu dengan nuansa kritik sosial yang tajam.
Kasus Lagu “Bayar Bayar Bayar” dan Permintaan Maaf Sukatani
Nama Sukatani semakin viral setelah mereka menyampaikan permintaan maaf terkait lagu Bayar Bayar Bayar, yang disebut mengandung lirik yang dianggap menyinggung institusi kepolisian. Melalui akun Instagram @sukatani.band pada Kamis (20/2/2025), kedua personel resmi menyatakan bahwa mereka telah menghapus lagu tersebut dari seluruh platform digital, termasuk Spotify dan YouTube.
“Kami memohon maaf sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu kami yang liriknya menyebut ‘bayar polisi’ hingga menjadi viral di berbagai platform media sosial,” ungkap mereka dalam pernyataan resminya.
Meski telah dihapus dari kanal resmi, beberapa rekaman live dari lagu tersebut masih bisa ditemukan di akun-akun lain di media sosial. Sukatani pun meminta agar siapa pun yang masih memiliki rekaman lagu itu untuk menghapusnya guna menghindari risiko lebih lanjut.
Album Gelap Gempita dan Nuansa Kritik Sosial
Sukatani dikenal sebagai band yang vokal dalam menyuarakan kritik sosial melalui musiknya. Album Gelap Gempita memuat berbagai keresahan terhadap kondisi sosial yang mereka alami. Salah satu lagu mereka, Alas Wirasaba, mengangkat isu kehilangan ruang bermain akibat pembangunan bandara. Lagu Sukatani juga menyoroti persoalan pertanahan dengan menyisipkan cuplikan wawancara warga yang harus berhadapan dengan aparat.
Uniknya, beberapa lagu Sukatani menggunakan bahasa ngapak khas daerah asal mereka, seperti Sukatani dan Alas Wirasaba, sementara lagu lainnya berbahasa Indonesia. Meski hanya beranggotakan dua orang, mereka mampu menghadirkan nuansa musik yang kaya dengan bantuan audio digital dan synthesizer dalam setiap penampilannya.
Aksi Panggung Unik dan Penggemar Fanatik
Selain musik yang penuh kritik sosial, aksi panggung Sukatani juga menjadi daya tarik tersendiri. Mereka kerap membawakan gimmick unik, seperti membagikan hasil bumi berupa sayuran kepada penonton saat tampil di berbagai gigs dan festival musik.
Penggemar Sukatani dikenal cukup militan, sering membawa bendera hingga mengenakan topeng balaclava di setiap konser mereka. Popularitas mereka pun semakin meningkat setelah tampil di berbagai festival musik besar, seperti Synchronize Fest 2024, Pestapora 2024, Bukan Main, dan Cherry Pop 2024. Bahkan, sosok pesohor seperti Vincent Rompies sempat terlihat mengenakan merchandise resmi Sukatani, menunjukkan pengaruh band ini yang semakin meluas.
Terungkapnya Identitas Personel Sukatani
Sebelumnya, identitas personel Sukatani hampir tidak diketahui publik, karena mereka selalu tampil menggunakan topeng balaclava. Namun, setelah kasus Bayar Bayar Bayar mencuat, identitas asli mereka akhirnya terungkap dalam pernyataan permintaan maaf yang diunggah di media sosial.
Vokalis Twister Angel memiliki nama asli Novi Citra Indriyati, sementara gitaris sekaligus pencipta musik Alectroguy bernama lengkap Muhammad Syifa Al Lutfi. Meski demikian, keduanya tetap menjaga karakteristik unik mereka di atas panggung.
Sukatani bukan sekadar band punk biasa. Dengan hanya dua personel, mereka mampu menarik perhatian luas melalui lirik-lirik tajam dan aksi panggung yang unik. Namun, kasus penarikan lagu Bayar Bayar Bayar menunjukkan bahwa kritik dalam musik tetap memiliki batasan yang harus diperhatikan.
Meski begitu, popularitas Sukatani di skena musik punk tanah air tak bisa dipandang sebelah mata. Keberanian mereka dalam menyuarakan kritik sosial menjadikan mereka salah satu band yang patut diperhitungkan di industri musik independen Indonesia. ***