Denpasar, Balikonten.com – Masyarakat Bali cukup menyakini resep pengobatan tradisional atau usadha yang diterima secara turun menurun
Meski berhadapan keilmuan yang kian canggih, praktik usadha di Bali terbilang tetap eksis.
Penggunaan dan bahan baku dari usadha menjadi materi yang dibahas seminar bertema Usadhikanda: Kawigunan Usadha Bali Sajeroning Kauripan Sadina-Dina, Selasa (23/2) di Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar.
Kegiatan dalam rangka Bulan Bahasa Bali 2021 itu berlangsung secara daring, diikuti para praktisi, media, mahasiswa dan umum.
Widyatula ini menghadirkan sejumlah narasumber Drs. Ida Bagus Bajra, M.Si yang mengangkat topik Usadha Bali, Ida Bagus Putra Manik Aryana, S.S., M.Si membawakan materi Warga Sanak Catur Bebungkilan Ajengan Bali Maguna Usadha
Dan I Putu Suweka Oka Sugiharta, M.Pd., Cht dengan materi Upon-Upon Usada Bali ring Pambiaran.
Widyatula ini berlangsung tiga jam dimoderatori Luh Yesi Candrika, seorang penyuluh bahasa Bali
IB Manik Aryana yang juga Dosen Undiksa membeberkan khasiat umbi umbian atau bebungkilan, seperti jahe, kencur digunakan bisa untuk mengobati cacingan, kunyit untuk antiseptik dan kejang kejang dan sebagainya. Rempah-rempah begitu banyak memiliki kandungan yang bermanfaat bagi kesehatan.
Ia menuturkan, berdasarkan catatan usadha kita luar biasa. Namun tak sedikit yang kecolongan, karena pengetahuan dan teknologi, kita dikalahkan negara maju. Justru rempah-rempah kita dimanfaatkan dunia farmasi luar negeri menjadi produk mahal
“Ingat penjajahan dilakukan bangsa asing ke nusantara, karena mereka mencari rempah-rempah kita, yang dijadikan bahan obat,” kata IB Aryana.
Setelah dilakukan peracikan menjadi bahan obat bagi dunia kesehatan, lantas dijual mahal di apotek.
“Contoh, khasiat daun kelor, sekarang sudah beredar dalam bentuk tablet, bahanya dari alam kita, lantas dikemas menjadi obat, lalu kita beli kembali di apotek dengan harga yang mahal,” ucapnya.
Selanjutnya, Ia memberikan catatan kenapa kasus Covid terus meningkat. Diawal berita Covid di Bali justru sangat minim, padahal banyak wisatawan dari China berlibur ke Bali.
Ia menduga saat ini banyak orang semakin stres, semakin cemas, akibat situasi pandemi, banyak berita yang masuk, sehingga imun kita bisa turun, kondisi ini berakibat fatal.
“Orang banyak stres, cemas ketakutan berlebihan, sehingga imun menurun, ini berbahaya, banyak kasus Covid berujung kematian,” ujarnya.
Sementara itu, Ida Bagus Bajra yang juga akademisi Universitas Indonesiia (Unhi) Denpasar mengungkapkan dalam Usadha Bali banyak menyinggung soal berbagai tumbuh-tumbuhan berkhasiat yang menyembuhkan berbagai penyakit dan bagaimana seorang balian mempraktekan Usadha Bali.
Menurutnya Balian itu ada istilah balian pengiwa, balian kepicain, balian usadha ada juga balian campuran. Namun, kata IB Bajra seorang balian harus mengetahui kondisi pasien yang akan disembuhkan, bukan asal pengobatan saja
“Sebelum balian mengobati, mereka harus memgetahui empat hal, bagaimana ciri-ciri orang yang sakit, mengetahui sumber penyakit, nama penyakit dan menganalisa dengan baik,” ucapnya.
Lanjut IB Bajra, seorang balian jangan asal mengobati, nanti berakibat fatal jangan gegabah menilai penyakit pasien.
“Jadi harus memahami Asta Roga Pariksa, delapan hal menilai kondisi badan seseorang yang sedang sakit, sehingga seorang balian tidak gagal dalam mengobati, ” jelas IB Bajra
Konsep hidup, lanjut dia adalah hidup perlu makan, sakit perlu obat. Apapun penyakitnya pasti ada obatnya, dalam usadha sudah menerangkan jenis penyakit, apakah dengan memberi boreh ( lulur), uap, tutuh, simbuh dan sebagainya.
“Begitupula secara niskala, seseorang yang sakit sudah dibawa sejak kelahiran , jenis penyakitnya ada, harus dilakukan penyembuhan secara teknik tertentu,” ucapnya
Ditegaskan, dalam Usadha banyak jenis penyakit yang bisa diobati misalnya penyakit kecing manis, hepatitis, tidak memiliki keturunan.”Pada intinya bila diobati dengan tepat, semua penyakit secara bertahap bisa sembuh normal,” tegasnya.
Sedangkan I Putu Suweka Oka Sugiharta, M.Pd., Cht Dosen UHN I Gusti Bagus Sugriwa, menekankan apakah Usadha sudah mengalami kepunahan. Hal ini memurutnya, melihat fenomena kelestarian alam yang terancam.
“Alam yang rusak akan mengancam berbagai aneka tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat hidup disana,” terangnya
Ia mencontohkan, bagaimana seorang pendeta di zaman dahulu seperti Mpu Kuturan, Rsi Markandya yang memberlakukan hutan dengan hati-hati
“Tidak sembarangan masuk hutan, beliau para pandita sadar dan sangat menghargai hutan, karena hutan memiliki fungsi penting dalam kehidupan umat manusia, disana tumbuh berbagai tanaman langka yang berguna bagi dunia pengobatan, lantas bagaimana dengan kondisi hutan kita saat ini, apakah masih lestari” ungkapnya. (801)