Health

Mengenal Pemicu Kecemasan di Tengah Pandemi, dan Tips Mengatasinya

BERAGAM perubahan kebiasaan yang lahir karena pandemi Covid-19 tak jarang memantik kecemasan bagi sejumlah orang. Pembatasan aktifitas sosial hingga informasi tentang peningkatan kasus positif merupakan salah dua dari pemicu kecemasan itu. Dampak itu juga diakui dokter ahli jiwa Prof. Dr. Luh Ketut Suryani.

Dia menyebut terjadi penambahan jumlah pasien yang berkonsultasi kepadanya. Masalahnya beragam. Mulai dari kecemasan akibat krisis ekonomi, kecemasan terhadap masalah kesehatan hingga perubahan aktifitas sosial. Bukan saja pasien yang sebelumnya telah sembuh, dia menyebut juga banyak pasien baru.

“Banyak penyebabnya (masalah), tapi permulaan adalah berita tentang pandemi. Bagaiamana dampaknya, berapa orang meninggal dan seterusnya. Itu juga membuat mereka cemas. Kalau mentalnya kuat, tentu tidak akan berdampak. Kepribadian tak kuat menghadapi tantangan menjadi cemas,” terangnya belum lama ini.

Salah satu fenomenanya ketika orang tua yang tidak punya uang, namun biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup makin meningkat. Kebingunan ini menurutnya menimbulkan kecemasan, menjadi bengong dan tidak bisa berpikir jernih dan bicara sendiri dan akhirnya keluarga mengarahkan ke psikiater.

Dia menyontohkan, kebiasaan di rumah saja juga memicu masalah mental. Para orang tua misalnya, akan mengalami masalah menghadapi anak yang bersekolah dari rumah. “Sekarang kebanyakan yang berumur (konsultasi), yang remaja sedikit mereka sering telepon menanyakan apa yang harus dilakukan,” ujarnya.

“Yang datang sih tidak banyak. Paling sedikit dua atau tiga perhari. Tetapi yang telepon untuk Konsul yang banyak, sekitar lima sampai enam orang,” sambungnya. Kepada mereka, Prof. Suryani lebih mengedepankan cara untuk mengatasi keadaan. Salah satunya mengajak pasien untuk menerima kebiasaan baru.

Dia menyadari situasi ini amat sulit. Seperti orang tua yang harus melayani anak SD atau SMP yang baru mengenal komputer, tentu butuh kesabaran. “Selain mencari uang, harus melayani anak,” ungkapnya. Maka dari itu dia meminta kepada Dinas Pendidikan Provinsi Bali agar menyesuaikan kurikulum.

BACA JUGA:  Edukasi Penerapan Protokol Kesehatan, Walikota Minta GTPP Tak Pantang Menyerah

Berbagi tips kepada masyarakat, dia menerangkan bahwa pandemi adalah masalah baru. “Dalam masalah baru ini, bisakah kita menerima ini ujian Tuhan buat kita untuk memahami kehidupan ini. Jangan menganggap ini wabah, tetapi ujian. Bisakah kita belajar. Kalau sudah mau belajar, apa anjuran pemerintah, ikuti,” ajaknya.

Untuk menghindari kecemasan, dia mengajak masyarakat untuk merenungkan fenomena ini. Dengan begitu, maka seseorang bisa tenang dan segera mengevaluasi diri. “Apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi ujian ini? Ini kan virus, yang bisa diatasi dengan daya tahan tubuh yang kuat. Caranya adalah tenang,” serunya.

Dia menerangkan, ketika seorang tenang, dia akan dapt tidur dengan lelap dan imun tubuh terjaga. Tips berikutnya, dia mengatakan saat merasa ketakutan maka lepaskan rasa itu bila perlu jeritkan, teriakkan, lukiskan dan setelah itu renungkan kembali. “Dalam ketenangan akan ada solusi yang harus dilakukan,” ujarnya.

Dan, apabila telah meyakin Tuhan di atas segalanya, kata dia, Tuhan akan membantu mereka yang ingin dibantu. Dari hasil konsiltasi, Prof. Suryani menyimpulkan bahwa pasien umumnya menerima informasi dan memasukkan ke dalam hati. Terhadap mereka, dia menyarankan agar secara bertahap menerima kondisi dirinya. (801)

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: