Golkar Tak Sepakat BUPDA Masuk LPD, Pantang Tandatangani Bila Raperda Dipaksakan

 Golkar Tak Sepakat BUPDA Masuk LPD, Pantang Tandatangani Bila Raperda Dipaksakan

Sugawa Korry dalam rapat konsolidasi bersama Bakumham DPD Golkar Provinsi Bali.

Denpasar, –  Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali, Dr. berupaya mempertahankan komitmen untuk menjaga independensi Lembaga Perkreditan Desa (LPD).

Komitmen itu ia perjuangkan dengan mengusulkan revisi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Baga Utsaha Padruen Desa di Bali (BUPDA). Dia juga menggerakkan Badan Hukum dan HAM (Bakumham) DPD Provinsi Bali.

Hal itu dikatakan Sugawa yang juga Ketua DPD , dalam rapat bersama Ketua Bakumham DPD I Golkar Bali, Dewa Ayu Srigunawati dan Wakil Sekretaris Bidang OKK Bali, Muamar Khadafi, pada Rabu (2/6).

Sugawa mengamati, desa adat yang sudah ada sejak sebelum abad 10  terbentuk secara independen sampai sebelum Kerajaan Majapahit datang adalah lembaga yang independen.

Bahkan, termasuk zaman penjajahan sehingga sebelum terbentuknya Perda Nomor 04 Tahun 2019 tentang Desa Adat.

Keterkaitan desa adat dalam Raperda  BUPDA, disebutkan bahwa BUPDA adalah membangun usaha bersifat jasa keuangan dan sektor riil.

Sedangkan desa adat sudah memiliki lembaga jasa keuangan yaitu Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dan sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 tahun 2017.

Golkar Bali meminta LPD tidak masuk dalam BUPDA. Sebab, menurutnya melihat secara nasional lembaga keuangan diawasi oleh (Otoritas Jasa Keuangan) bukan Menteri Keuangan atau Menteri Perdagangan bahkan menteri Dalam Negeri.

“Kenapa kita di daerah ini justru ingin memasukkan BUPDA itu satu ini akan membuat kooptasi terhadap LPD,” jelasnya.

Menurutnya, usaha BUPDA adalah di luar usaha yang sudah ada di desa tersebut. Usaha BUPDA harus melihat potensi desa tapi tak bisa dijalankan oleh masyarakat setempat.

“Saya meminta dalam satu pasal, usaha yang sudah dilakukan oleh masyarakat tidak bisa dilakukan oleh BUPDA. Yang tidak bisa dilakukan oleh masyarakat tapi ada potensi secara ekonomi boleh dilakukan oleh BUPDA,” bebernya.

BACA JUGA:  HUT ke-20 Partai Demokrat, DPD Bali Santuni Difabel

Selain itu, hal mengherankan Majelis Desa Adat () sudah  mengintervensi desa adat sehingga bisa menghilangkan independensi desa adat.

Salah satu kewenangan yang diberikan dengan membentuk SAKA (Saba Perekonomian ). Pada Pasal 45 pada raperda BUPDA , SAKA memiliki tugas pokok dan kewenangan untuk mengatur, mengawasi dan membina  pelaku ekonomi sektor keuangan di desa adat, pelaku ekonomi sektor riil dan badan suaha bersama.

Sugawa mengatakan kata mengatur itu prinsip harus keluar, kalau menurut Sugawa Korry harus diganti misalnya dengan kata memfasilitasi, pembinaan, dan pemberdayaan.

“Kalau kata mengatur ini, SAKA mengatur ini prinsip kami akan tegas kalau dipaksakan ada kata mengatur kami akan tidak tanda tangan. Karena kata itu sangat membahayakan,” ujarnya.

Sugawa Korry juga meminta pada Pasal 10 ayat 1 agar mencantumkan LPD sebagai pengecualian sehingga ayat ini berbunyi.

Badan usaha milik Desa Adat atau unit-unit usaha milik Desa Adat yang telah ada harus mendapat persetujuan Paruman Desa adat untuk menjadi BUPDA kecuali Lembaga Perkreditan Desa (LPD). (Red)

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

error: Content is protected !!